Dewan Pers Tolak RUU Penyiaran: Bikin Pers Tidak Merdeka

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Pers menolak Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran nan tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Pers menilai RUU Penyiaran bakal melahirkan pers nan tidak merdeka hingga produk jurnalistik nan buruk.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengaku menghormati DPR maupun pemerintah nan mempunyai kewenangan secara konstitusional untuk menyusun sebuah regulasi, termasuk nan berangkaian dengan pemberitaan pers, baik melalui cetak, elektronik, dan lainnya.

"Meskipun demikian, terhadap draf RUU penyiaran jenis Oktober 2023 Dewan Pers dan konstituen menolak sebagai draf nan mencerminkan pemenuhan kewenangan konstitusional penduduk negara untuk mendapatkan info sebagai mana nan dijamin dalam UUD 45," ujar Ninik di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ninik pun menjabarkan sejumlah argumentasi di kembali penolakan tersebut.

Dalam konteks politik hukum, Dewan Pers menilai tidak dimasukkannya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam konsiderans RUU ini mencerminkan tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik nan berbobot sebagai salah satu produk penyiaran, termasuk distorsi nan bakal dilakukan melalui saluran platform.

"RUU Penyiaran ini menjadi salah satu karena pers kita tidak merdeka, tidak independen, dan tidak bakal melahirkan karya jurnalistik nan berkualitas. Karena dalam konteks pemberitaan, Dewan Pers berpandangan perubahan ini jika diteruskan sebagian aturan-aturannya bakal menyebabkan pers menjadi produk pers nan buruk, pers nan tidak ahli dan pers nan tidak independen," tegas Ninik.

Ninik juga menyoroti proses penyusunan RUU ini nan dinilai menyalahi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 mengenai penyusunan izin mesti melibatkan partisipasi masyarakat alias meaningful participation. Menurutnya, Dewan Pers dan konstituen selaku penegak UU 40/1999 tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Penyiaran ini.

Ia turut menyoroti larangan media investigatif. Menurutnya, perihal itu sangat bertentangan dengan UU 40/1999.

"Ada pasal nan memberikan larangan pada media investigatif. Ini sangat bertentangan dengan mandat nan ada dalam UU 40 Pasal 4. Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan dan pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas. Penyiaran media investigatif itu adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional," terang Ninik.

Dewan Pers juga ikut menyinggung RUU Penyiaran ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik bakal dilakukan oleh lembaga nan sebetulnya tidak punya mandat penyelesaian etik terhadap karta jurnalistik.

Ninik menjelaskan bahwa Dewan Pers merupakan lembaga nan diberi petunjuk oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pers.

"Oleh lantaran itu, penolakan ini didasarkan juga bahwa ketika menyusun peraturan perundang-undangan perlu dilakukan proses pengharmonisan agar antara satu undang-undang dengan nan lain tidak tumpang tindih," jelas Ninik.

"Karena pengaturan ini juga diatur, di dalam Perpres 32 Tahun 2024 nan baru saja disahkan Presiden. Pemerintah saja mengakui, tapi kenapa di dalam draf ini penyelesaian sengketa mengenai dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran. Ini betul-betul bakal menyebabkan cara-cara penyelesaian nan tidak sesuai dengan norma undang-undang nan ada," kata Ninik.

Dalam kesempatan itu, Ninik menegaskan bahwa DPR bakal berhadapan dengan organisasi pers andaikan terus melanjutkan RUU Penyiaran ini.

"Kalau dibuat singkat, seluruh organisasi pers menolak Rancangan Undang-Undang Penyiaran nan sekarang disusun oleh Baleg DPR RI. Kalau diteruskan, DPR bakal berhadapan dengan organisasi pers," tutur Ninik.

Sejumlah pihak telah melayangkan kritik terhadap proses pembahasan RUU Penyiaran.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai proses penyusunan revisi UU itu tertutup dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

Mereka mengkritik draf revisi ini apalagi tidak ditayangkan dalam laman resmi DPR. Menurut AJI, penyusunan revisi UU Penyiaran ini mirip seperti UU Cipta Kerja, UU IKN, hingga UU KPK nan diam-diam jadi dan dibawa ke paripurna.

(pop/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional