Diadukan ke KPK, Bulog Sebut jadi Korban Tuduhan Mark Up Impor Beras Vietnam

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Perum Bulog menyatakan telah menjadi korban tuduhan dugaan "mark up" (menaikkan harga) impor beras dari Vietnam, nan telah dilaporkan salah satu pihak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Akibat laporan nan berupaya membentuk opini jelek di masyarakat tanpa berbasis kebenaran maka tentunya perihal ini telah membikin Perum Bulog menjadi korban," kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso dalam keterangan di Jakarta, Ahad, 7 Juli 2024.

Widiarso menyampaikan perihal itu menanggapi rumor dugaan mark up nan dilaporkan oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengenai dengan penawaran dari perusahaan Vietnam berjulukan Tan Long Group.

Menurut Widiarso, atas laporan tersebut nan dinilai tanpa ada fakta, maka bakal merugikan reputasi perusahaan nan telah dibina oleh Perum Bulog. "Terutama ketika saat ini perusahaan sedang giat berbenah diri melalui transformasi di semua lini upaya nan dilakukan," ucapnya.

Dia menganalogikan hari ini pasaran nilai beras misalnya Rp12.000 per kilogram (kg). nan tak pernah mengikuti proses lelang mendadak mengaku bisa menjual beras dengan nilai Rp5.000 per kg, tapi tak pernah beriktikad menjual dan mengirimkan peralatan tersebut sehingga membatalkan keikutsertaanya pada lelang terbuka.

Menurutnya, jika saja tetap mengikuti lelang terbuka dan menawarkan nilai tersebut tetapi kandas dalam menyerahkan barang, maka pihaknya bakal mendenda perusahaan asal Vietnam tersebut pasti berupa persentase dari nilai kontrak. "Sangatlah mudah untuk menyatakan telah menawarkan nilai murah, jika barangnya tidak nyata dan tidak pernah diserahkan," tambah Widiarso.

Terpisah, salah satu master norma Shanti Dewi Mulyaraharjani turut menanggapi polemik seputar laporan ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terhadap Perum Bulog. Menurut Shanti, jika laporan tersebut tidak berasas bukti maka bakal menjadi suatu ketidakejujuran publik, sehingga proses norma tidak dapat dilanjutkan.

Apalagi menurut Shanti, selama belum inkrah, maka kudu mengedepankan asas prasangka tak bersalah dan tidak boleh terjadi pembentukan opini nan dapat menyesatkan serta mempengaruhi publik.

Iklan

Sementara itu, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto menanggapi tuduhan dugaan mark up (menaikkan harga) impor beras dari Vietnam. Dia mengungkapkan bahwa perusahaan Tan Long Vietnam nan diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengusulkan penawaran nilai sejak bidding tahun 2024 dibuka. "Jadi tidak mempunyai keterikatan perjanjian impor dengan kami pada tahun ini,” kata Suyamto.

Menurutnya, entitas nan berkepentingan pernah mendaftarkan dirinya menjadi salah satu mitra dari Perum Bulog pada aktivitas impor, namun tidak pernah memberikan penawaran nilai ke Bulog. Oleh lantaran itu, Suyamto menyayangkan tuduhan mark up impor beras tanpa berasas fakta.

Sementara itu, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog Sonya Mamoriska mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024. "Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton," kata Sonya.

Impor dilakukan Perum Bulog secara berkala dengan memandang neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri. Sampai akhir Juni, lanjut Sonya, Perum Bulog telah menyerap 800 ribu ton beras dalam negeri dan optimis bisa menyerap 1 juta ton beras, melampaui dari sasaran nan diberikan oleh pemerintah.

"Kami komitmen tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan nan terpercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan perihal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami ialah kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan terbaik dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Sonya.

Pilihan editor: Bulog Kena Denda Rp350 Miliar Buntut 490 Ribu Ton Beras Impor Tertahan di Pelabuhan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis