Dilema Anak Kewarganegaraan Ganda Belum Jadi WNI: Biaya Kuliah Mahal

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Surabaya, CNN Indonesia --

Ratusan anak berkewarganegaraan ganda dari pernikahan campuran di Surabaya, Jawa Timur, terancam kehilangan status Warga Negara Indonesia (WNI) per 31 Mei 2024.

Anak berkewarganegaraan dobel nan berumur 18-21 tahun diminta segera memilih kebangsaan tunggal, menjadi WNI alias WNA. Jika tak memilih, mereka bakal kehilangan kewenangan menjadi WNI dan otomatis menjadi WNA.

Hal itu sebagaimana diatur di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Perkawinan Campuran (PerCa) Indonesia, Analia Trisna mengungkap ada perihal nan melatarbelakangi banyak anak berkewarganegaraan dobel belum memutuskan menjadi WNI. Salah satunya adalah biaya kuliah di Indonesia nan mahal.

Analia mengatakan pada usia 18-21 tahun, anak nan berkewarganegaraan dobel kebanyakan tetap menempuh kuliah di luar negeri, ialah di negara asal salah satu orang tua mereka.

"Mereka tetap kuliah di luar negeri, di negara ayahnya alias ibunya nan WNA," kata Analia ditemui di Surabaya, Selasa (21/5).

Berkuliah di luar negeri adalah pilihan nan logis bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda. Sebab dengan status WNA, mereka mendapatkan akomodasi kuliah murah, apalagi kuliah cuma-cuma dengan dibiayai pemerintah negara setempat.

"Mau enggak mau kudu pilih jadi WN Asing, lantaran jika pilih jadi WNI bakal jadi mahasiswa internasional, kelak bakal ada hambatan financial lantaran biayanya bakal berbeda," ucapnya.

Mereka pun bimbang. Sebab jika memilih menjadi WNI maka akomodasi kuliah cuma-cuma itu bakal lenyap seiring dengan lepasnya status mereka sebagai WNA.

Lalu, mereka bakal terdaftar sebagai mahasiswa internasional dan bakal ada biaya besar nan dibebankan. Hal itu bakal menimbulkan masalah bagi keluarga.

Sedangkan kuliah di Indonesia, kata Analia, memerlukan biaya nan lebih mahal. Belum lagi berebut bangku di perguruan tinggi negeri.

"Karena di sini [Indonesia] pendidikan mahal, kuliah di kampus negeri saingan juga banyak. Anak kami sekolah di internasional swasta mahal. Sementara jika di luar negeri semuanya di-cover pemerintah sana, dan biayanya lebih murah," ucapnya.

Tak hanya itu, kebijakan pemerintah Indonesia nan mewajibkan anak berkewarganegaraan dobel untuk memilih, jadi dilema bagi banyak family perkawinan campuran.

Menuirutnya, proses memilih penduduk negara ini begitu berat dihadapi para anak. Mereka seperti kudu memilih di antara ayah alias ibu.

"Kami sendiri kadang proses memilih di rumah itu pada nangis, anaknya juga stres, lantaran ini seperti antara memilih ayah alias ibu," ujarnya.

Analia berharap pemisah waktu memilih penduduk negara bagi anak dari pernikahan campuran diperpanjang hingga usia 25 tahun. Atau paling tidak setelah mereka lulus kuliah.

Ia menuturkan perihal itu justru bakal menguntungkan Indonesia. Sebab banyak anak berkewarganegaraan dobel nan saat berkuliah di luar negeri, mau kembali ke Indonesia dan membangun bangsanya.

"Banyak anak dari perkawinan campuran mau membangun bangsa Indonesia tapi terhalang lantaran peraturan nan mengekang. Harusnya pemisah usia hingga 25 tahun setelah mereka sudah selesai studynya," ucapnya.

PerCa sendiri saat ini mempunyai 5.000 anggota. Mereka tersebar di 12 provinsi di Indonesia, dan di luar negeri seperti di Singapura dan Tokyo.

Kepala Imigrasi Kelas 1 Khusus TPI Surabaya, Ramdhani mengatakan tenggat waktu ratusan anak berkewarganegaraan dobel untuk memilih menjadi WNA dan WNI adalah 31 Mei 2024.

"Kami memberikan tenggang waktu sampai dengan 31 Mei 2024 ini, terhadap anak berkewarganegaraan dobel usai 18-21 tahun untuk dapat memilih [menjadi WNI alias WNA]," kata Ramdhani ditemui di Surabaya.

(frd/fra)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional