TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan alias BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyebut ada kemungkinan iuran BPJS Kesehatan naik pada tahun depan. Hal ini menyusul adanya akibat kandas bayar nan bisa dialami oleh perusahaan di tahun 2026 akibat pengeluaran nan lebih besar dibandingkan pemasukan dari pembayaran premi peserta.
“Kemungkinan bisa (naik), tapi itu semua kan nunggu tanggal mainnya,” ucap Ali ketika ditemui di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Senin, 11 November 2024.
Ghufron mengatakan, tarif iuran BPJS Kesehatan sendiri bisa dilakukan penyesuaian setiap dua tahun sekali. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan. Ghufron sendiri mengklaim, belum ada penyesuaian besaran iuran BPJS Kesehatan sejak terakhir dilakukan pada tahun 2020 silam.
“Ini sudah 2 periode sejak 2020 ya, itu (tarif) belum disesuaikan,” kata Ali.
Kemungkinan naik alias tidaknya iuran BPJS Kesehatan, kata Ali, bakal ditentukan sekitar akhir Juni alias awal Juni tahun 2025. Ia pun menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan apakah iuran tersebut bakal dinaikkan alias tidak.
Senada dengan Ali, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby juga mengatakan rencana penyesuaian iuran tetap dirumuskan. Ia juga menyebutkan, keputusan akhir soal besaran iuran bukan ditentukan oleh pihak BPJS Kesehatan.
Keputusan final soal iuran BPJS Kesehatan, kata Mahlil, berada di tangan Presiden Prabowo Subianto beserta beberapa kementerian dan lembaga mengenai lainnya. “Persoalan naik alias enggak itu presiden. Ini kan agak politis,” ujarnya.
Mahlil sendiri menyebutkan, internal dari perusahaan sebetulnya sudah mempunyai kalkulasi ihwal berapa besaran kenaikan iuran nan ideal. Namun, Mahlil menolak untuk menyebut besaran nomor tersebut.
“Belum tahu kita (besarannya) lantaran tergantung (tim), kita gak bisa sebutkan,” kata Mahlil.