DKPP Copot Ketua KPU Manggarai Barat Terkait Kasus Kekerasan Seksual

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Manggarai Barat Krispianus Beda terbukti telah melakukan kekerasan seksual kepada salah satu staf pegawai negeri sipil (PNS).

DKPP memberikan hukuman peringatan keras dan pencopotan Krispianus dari kedudukan Ketua KPU Manggarai Barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan hukuman peringatan keras dan pemberhentian dari kedudukan ketua kepada teradu Krispianus Beda selaku ketua merangkap anggota KPU Manggarai Barat terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Hedi Lugito dalam sidang putusan pada hari ini, Selasa (28/5).

DKPP memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan tersebut paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan. DKPP juga memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan putusan tersebut.

Anggota majelis sidang DKPP Ratna Dewi mengatakan putusan tersebut dibuat dengan menimbang fakta-fakta nan terungkap di persidangan. Ratna menyebut dalil nan dibeberkan pengadu alias korban susuai dengan kebenaran persidangan.

DKPP juga beranggapan Krispianus tidak dapat menjaga integritas pribadi, tertib sosial, dan kehormatan penyelenggara pemilu. Krispianus telah mendistorsi marwah kelembagaan serta menciptakan kondisi nan tidak nyaman di lingkungan lembaga.

"DKPP juga berpendapat, teradu tidak layak dan tidak layak menjabat sebagai Ketua KPU Kab Manggarai Barat periode 2024-2029," ujarnya.

Kekerasan seksual Krispianus

Anggota majelis sidang DKPP lainnya, Raka Sandi membeberkan dalil kejuaraan korban nan juga merupakan pengadu dalam perkara ini.

Berdasarkan kejuaraan korban, Krispianus Beda diduga melakukan kekerasan seksual secara bentuk dan nonfisik kepadanya selaku PNS di sekretariat KPU Kabupaten di Manggarai Barat pada 2019.

Pertama kali, kekerasan seksual itu terjadi sekitar Juli 2019 di bilik kos pengadu. Saat itu, pengadu izin tidak masuk ke instansi lantaran sakit.

Namun, Krispianus mendatangi kosan korban dengan dalih mengantarkan minyak oles untuk mengobati korban.

Raka menyebut kehadiran Krispianus tidak diinginkan korban. Namun, Krispianus memaksa untuk datang. Krispianus juga diduga memaksa untuk mengoleskan minyak kepada korban nan mukanya sedang bengkak.

Pada saat nan bersamaan, Krispianus berupaya mencium secara paksa dan berupaya memperkosa korban.

"Namun pengadu sukses mengelak dan teradu sukses meninggalkan kos teradu," ujarnya.

Setelah perisitwa tersebut, korban menerangkan bahwa Krospianus melakukan beberapa kali tindakan kekerasan seksual nonfisik.

Dalih kekerasan seksual itu antara lain menghubungi pengadu melalui panggilan video alias video call, meminta pengadu mengirimkan foto tidak senonoh dan menceritakan khayalan seksual nan mengarah pada pelecahan seksual.

"Teradu didalilkan sering menyampaikan niatnya untuk mengatur perjalanan dinas berbareng pengadu," ujarnya.

Dugaan kekerasan seksual secara bentuk nan kedua terjadi saat perjalanan dinas di Kecamatan Lembor, Kabupaten .anggarai Barat pada 18 Desember 2019.

Korban menyatakan Krispianus menemuinya di penginapan dengan argumen sedang sakit dan memerlukan obat. Namun, Krispianus justru menemui korban dalam keadaan mabuk lantaran pengaruh minuman beralkohol dan melakukan pelecahan seksual terhadapnya.

Dalam persidangan, Krispianus membantah dan menyangkal seluruh dalil kejuaraan pengadu. Dalil kekerasan seksual secara bentuk dan nonfisik menurut Krispianus mengada-ada dan fitnah.

"Menurut teradu, tuduhan tersebut merendahkan martabat pribadi dan kedudukan teradu selaku personil KPU Kabupate Manggarai Barat," ujarnya.

Pada Mei 2020 korban berupaya menyampaikan laporan ke Polres Manggarai Barat. Korban membikin kejuaraan kepada Marianus Demon Hada selaku kepala unit Pelayanan Perempuan dan Anak.

Maranus menyarankan menemui kanit baru. Akhirnya laporan tidak dilanjutkan lantaran korban mau melanjutkan studi S2 ke Semarang pada Agustus 2020.

"Dalam proses menjalani proses belajar tersebut, pengadu mengalami trauma psikologis dan stress berkepanjangan dengan indikasi seperti mengalami emosi tidak percaya kepada orang lain, gangguan tidur, kesulitan konsentrasi, sakit kepala, kehilangan semangat belajar, dilingkupi emosi ditipu dan tidak berdaya," kata Raka.

"Pengadu merasa cemas andaikan permasalahannya dengan teradu tidak terselesaikan, maka ketika kembali lagi ke bekerja ke KPU Manggarai Barat bakal berakibat fatal bagi kondisi pengadu," imbuhnya.

(yla/fra)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional