TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR Khilmi mengkritisi PT Pertamina (Persero) soal banyaknya subholding. Ia meminta ada kajian terhadap tiap subholding Pertamina itu.
“Jangan sampai banyaknya subholding ini mengakibatkan biaya beban Pertamina jadi tinggi, sehingga BBM itu bakal sangat mahal dibandingkan negara lain,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat berbareng Komisi VI DPR di Senayan, Rabu, 12 Juni 2024.
Hal itu menjadi sorotan sebab, menurut Khilmi, antara subholding besar kemungkinan ada nan diuntungkan dan dirugikan. “Inilah nan kudu dihitung,” katanya.
Menanggapi itu, Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Emma Sri Martini menjelaskan saat Pertamina belum ada subholding, biayanya dicampur kombinasi sehingga tak ada transparansi dari konstruktor. “Kami sudah disilangkan menjadi subholding sehingga efisiensi menjadi transparan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan Pertamina sudah memastikan transpricing karena itu salah satu bagian nan diaudit tiap tahunnya. “Itu kudu arm slang. Tak boleh ada nan dirugikan dan benchmark pressing-nya kudu sebanding terhadap market. Kalau dilihat dari setoran kami kepada negara itu semuanya meningkat, tak ada nan dirugikan,” ujarnya.
Iklan
Berdasarkan pembukuan untung bersih, Pertamina tercatat meningkat dari tahun 2022 itu sebesar US$ 3,81 miliar menjadi US$ 4,44 miliar alias ekuivalen sebesar Rp 62 triliun, dengan untung total sebesar Rp 72 tiriliun. “Pembentukan holding dan subholding di Pertamina secara menyeluruh telah membuahkan hasil efisiensi nan sangat nyata,” kata Emma.
Pencapaian produksi minyak dan gas bumi (migas) Pertamina sepanjang 2023 mencapai 1,044 juta barel setara minyak per hari (boepd) dengan peningkatan 8 persen dibandingkan capaian 2022 sebesar 967 ribu boepd. “Pertamina tetap bisa meningkatkan keahlian operasional di tengah situasi parameter dunia nan sangat tak menentu. Terlihat dari meningkatnya produksi migas 8 persen, menjadi 1.044 boepd,” kata Emma.
Emma mengatakan, selain produksi migas, intake kilang turut meningkat 2 persen menjadi 341 juta boepd, dan sales volume meningkat 2 persen menjadi 100 juta KL alias kiloliter.