Dua Minggu Sebelum Wafat, Faisal Basri Soroti Indonesia yang Harus Berutang untuk Bayar Bunga

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Dua minggu sebelum wafat, ahli ekonomi senior Faisal Basri menyoroti utang pemerintah nan terus bertambah demi bisa bayar kembang pinjaman. 

"Primary balance kita selalu merah, selain tahun 2023. Sehingga untuk bayar hutang pun kita kudu berhutang. Membayar kembang hutang kudu berhutang. Karena primary balance-nya minus," ujar Faisal dalam obrolan nan diadakan oleh Bright Institute bertema "Reviu RAPBN 2025 Ngegas Utang!" di Jakarta Selatan, Rabu, 21 Agustus 2024.

Faisal Basri meninggal karena serangan jantung pada Kamis, 5 September 2024, dalam usia 65 tahun.

Dalam obrolan tersebut, dia mengungkapkan dalam RAPBN 2025, pemerintah kembali menghadapi defisit keseimbangan primer (primary balance) nan memaksa negara terus berutang untuk bayar kembang . Faisal mengatakan pengelolaan anggaran pemerintah tidak menunjukkan perubahan paradigma dari tahun ke tahun sehingga mengakibatkan beban kembang utang nan semakin meningkat.

Data nan Faisal sampaikan menunjukkan primary balance Indonesia terus mengalami defisit selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, selain pada tahun 2023. Dalam RAPBN 2025, defisit primary balance diperkirakan mencapai Rp63,3 triliun, di mana perihal ini melanjutkan tren defisit nan sudah berjalan lama.

Sejak 2014 alias saat Jokowi pertama kali menjabat presiden, defisit primary balance Indonesia sudah menunjukkan tren nan memburuk. Pada 2020, defisit mencapai titik terendah sebesar Rp633,6 triliun, diikuti oleh defisit besar lainnya pada 2021 nan mencapai Rp431,6 triliun. Meskipun ada sedikit perbaikan pada 2023 dengan surplus tipis Rp2,6 triliun, kondisi ini tidak memperkuat lama lantaran pada 2024 dan 2025 kembali diproyeksikan defisit, masing-masing Rp110,8 triliun dan Rp63,3 triliun.

Keseimbangan primer alias primary balance adalah parameter krusial dalam pengelolaan fiskal nan menunjukkan perbedaan antara pendapatan pemerintah dengan pengeluaran sebelum pembayaran kembang utang. Ketika keseimbangan primer menunjukkan defisit, artinya negara kudu mengambil utang baru hanya untuk bayar kembang dari utang sebelumnya.

Menurut Faisal, kondisi ini sangat mengkhawatirkan lantaran menunjukkan ketergantungan nan berkepanjangan pada utang baru. Data nan dipaparkan Faisal menunjukkan pembayaran kembang utang terus meningkat, mencapai Rp552,9 triliun dalam RAPBN 2025. Angka ini naik signifikan dari Rp499,0 triliun pada tahun sebelumnya. "Bayangkan, sekarang sudah mencapai 20,3 persen dari shopping pemerintah pusat," kata Faisal.

Utang Pemerintahan Jokowi Melambung

Iklan

Faisal Basri mengatakan, Pemerintahan Presiden Jokowi bakal mengakhiri 10 tahun masa kepemimpinannya dengan utang mencapai Rp 8,3 kuadriliun alias Rp8.300 triliun. Data terakhir APBN Kementerian Keuangan mencatat, posisi utang pemerintah mencapai Rp8.335 triliun per April 2024.

Ia mengatakan nomor tersebut hanya menghitung utang dalam corak Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Belum termasuk utang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN.

“Utang-utang lain tetap ada, misalnya utang pemerintah untuk bayar pensiun, utang ke BUMN nan belum dibayar, jika dijumlah itu sudah 45 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto),” ujar Faisal Basri ditemui di Jakarta, Jumat, 26 Juli 2024.

Hingga Juni 2024, rasio utang pemerintah telah mencapai 39,13 persen terhadap PDB. Namun jika menghitung pinjaman lain, Faisal Basri meyakini rasio utang telah melampaui nomor tersebut.

Ia mengatakan argumen utang untuk pembiayaan prasarana juga perlu ditelaah. Karena sebagian besar prasarana itu justru meningkatkan utang BUMN nan ditugaskan.  

Utang BUMN nan melambung, menurut Faisal disebabkan Jokowi nan menugasi perusahaan negara melampaui dari kapasitasnya. “Kan mulai kelabakan sekarang, Wijaya Karya, macam-macam, itu tidak terlihat di utang pemerintah (yang disebutkan),” ujarnya.

MHD RIO ALPIN PULUNGAN | ILONA ESTHERINA

Pilihan Editor Azan Berupa Running Text saat Live Paus Fransiskus Pimpin Misa: MUI Membolehkan, Dewan Masjid Tak Setuju

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis