TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengkritik rencana pengembangan cetak sawah seluas 2 juta hektare, untuk swasembada pangan, nan diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Proyek lumbung pangan di Papua itu dianggap melanggengkan praktik ekstrativisme kolonial—eksploitasi kekayaan alam oleh perusahaan asing nan sempat terjadi di masa lalu.
"Papua sekali lagi diperlakukan sebagai objek pemanfaatan untuk kepentingan pembangunan nasional, tanpa mempertimbangkan akibat besar nan mungkin ditimbulkan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan," kata pendiri sekaligus CEO Narasi Institute ini saat dihubungi Tempo, Rabu, 23 Oktober 2024.
Proyek lumbung pangan alias food estate digencarkan pada era kepemimpinan Presiden RI ke-7 Joko Widodo. Proyek ini dikembangkan di Kalimantan Tengah, Sumba Tengah, Gresik, Garut, Temanggung, hingga Merauke. Agar lebih lancar, program food estate juga dimasukkan dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.
Achmad mengingatkan, pemanfaatan kekayaan alam sering terlaksana tanpa faedah nan signifikan bagi masyarakat lokal. Papua otomatis sering menjadi sasaran pemanfaatan lantaran mempunyai keanekaragaman hayati dan budaya. Pembukaan lahan baru, apalagi jika betul-betul mencapai 2 juta hektare, disebut bakal mengubah bentang alam nan selama ini dijaga oleh masyarakat adat.
"Sejarah kolonialisme di Papua menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya oleh pihak luar seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat lokal,” kata Achmad nan sekarang menjadi salah satu pengajar di Universitas Indonesia.
Selain minim dilibatkan dalam pengambilan keputusan, masyarakat budaya Papua dikhawatirkan bakal kehilangan tanah dan lingkungan. Padahal aset itu bukan hanya untuk kehidupan, namun juga nilai budaya dan spiritual.
"Tanpa perlindungan nan jelas, food estate di Papua berpotensi memperdalam ketimpangan sosial dan ekonomi nan sudah ada di sana," turut Achmad.
Iklan
Alih-alih memaksakan food estate Papua, Achmad menyarankan pendekatan nan lebih inklusif dan berkelanjutan. Proyek pangan, Achmad meneruskan, semestinya bisa diikuti dengan pemberdayaan petani lokal, pengelolaan lahan nan berkelanjutan, tanpa melupakan pengawasan nan transparan.
"Swasembada pangan bisa dicapai tanpa kudu mengulangi kesalahan sejarah kolonialisme masa lalu,” kata dia. “Papua bukanlah objek, tetapi bagian integral dari Indonesia nan kudu dijaga dan dihormati.”
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, sebelumnya menyinggung soal potensi cetah sawah seluas 2 juta hektare di Papua. Zulhas, panggilan berkawan Zulkifli, berbicara wilayah Indonesia timur dapat ditanami beragam jenis tanaman pangan, seperti padi, jagung, hingga tebu.
"Mudah-mudahan 5 tahun ke depan, kita bisa ke pertanian sawah dua juta hektare, perkebunan tebu 600 ribu sampai 1 juta hektare Masa depan kita ada di sana (Papua)," katanya pada Senin, 21 Oktober lalu, dikutip dari Antara.
Pilihan Editor: Sosok Pemilik Sritex nan Dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang