TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan ada dugaan pemerintah saat ini sedang berupaya menekan masyarakat untuk menahan belanja. Upaya itu tampak dari sejumlah kebijakan fiskal mulai dari meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN), penarikan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), hingga rencana meningkatkan nilai bahan bakar minyak (BBM).
"Saya menduga memang pemerintah tengah melakukan kebijakan fiskal kontraktif di mana masyarakat diminta menahan belanja," kata Nailul Huda kepada Tempo pada Rabu, 29 Mei 2024.
Menurutnya, langkah tersebut justru kontradiktif dengan sasaran pertumbuhan ekonomi. “Bahkan jika ada kenaikan nilai BBM itu malah menimbulkan inflasi nan cukup tinggi," paparnya.
Nailul Huda memprediksi inflasi bakal mencapai 5 persen nan bakal memukul ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah lantaran daya beli mereka merosot. "Dampaknya kemiskinan bakal naik dari gejolak inflasi tinggi," paparnya.
Saat ditanya apakah ada kemungkinan kenaikan nilai BBM subsidi bakal dilakukan secara diam-diam. Nailul Huda tidak memungkiri.
"Sama seperti kebijakan kenaikan nilai pertalite terakhir diumumkan ketika siang bolong nan tidak ada perlawanan. Jadi, memang cara-cara untuk menekan hidup masyarakat miskin semakin sering dilakukan oleh rezim Jokowi," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan buka bunyi soal potensi nilai bahan bakar minyak (BBM) nan naik 1 Juni 2024 mendatang. Dia menyebut pihaknya tetap memantau nilai pasar. "Kami tetap memantau nilai pasar lantaran belum final," kata Riva usai mendampingi sidak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) milik PT milik PT Satria Mandala Sakti di Koja, Jakarta Utara pada Senin, 27 Mei 2024.
Namun menurut Riva, Pertamina bakal tetap mendukung program pemerintah dengan menetapkan nilai daya sesuai dengan keahlian masyarakat. "Kami tidak ada rencana melakukan hal-hal di luar ketetapan," tuturnya.
Iklan
Riva membantah tudingan BBM subsidi jenis solar dan pertalite bakal dikurangi. Menurutnya hingga saat ini tidak pernah ada obrolan mengenai info pengurangan tersebut. "Hal itu tetap dalam kajian. Belum ada," ucapnya.
Dia memastikan hingga tahun depan kuota BBM bakal tetap sama seperti sebelumnya. Namun, di satu sisi pihaknya hanya melaksanakan penugasan sesuai pengarahan dari pemerintah."Tidak ada (kuota BBM kurang) dan Pertamina tidak dalam posisi menyampaikan itu lantaran kami menerima penugasan," ujarnya.
Saat ditanya gimana mengenai rumor pembatasan BBM subsidi pertalite, Riva menyebut hingga saat ini juga belum ada pembahasan.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi sebelumnya mengatakan bakal menghitung dan mempertimbangkan keahlian fiskal soal potensi kenaikan nilai BBM pada Juni mendatang. Pasalnya, pemerintah telah menahan kenaikan nilai BBM subsidi dan nonsubsidi sejak awal tahun 2024. "Semua dilihat fiskal negara. Mampu alias tidak mampu, kuat alias tidak kuat," kata Jokowi dikutip dari Antara dari Istora, Senayan, Jakarta pada Senin, 27 Mei 2024.
Kemampuan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk subsidi BBM bakal dihitung dengan pertimbangan nilai minyak bumi terutama di tengah kondisi geopolitik. "Semuanya bakal dikalkulasi. Karena itu menyangkut rencana hidup orang banyak," tuturnya.
DESTY LUTHFIANI | ANTARA
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat