Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Bui di Kasus Korupsi Pesawat Garuda

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Emirsyah merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai PT Garuda Indonesia.

Jaksa menuntut agar majelis pengadil menyatakan Emirsyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi nan dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer jaksa penuntut umum.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh lantaran itu dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (27/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan andaikan denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa.

Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar, ialah bayar duit pengganti sebesar USD86.367.019.

Dengan ketentuan jika terdakwa tidak bayar duit pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan norma tetap, kekayaan bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang untuk menutupi duit pengganti tersebut.

"Dalam perihal jika terdakwa tidak mempunyai kekayaan barang nan tidak mencukupi untuk bayar duit pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun," kata jaksa.

"Atau andaikan terdakwa bayar duit pengganti nan jumlahnya kurang dari tanggungjawab pembayaran dari duit pengganti, maka jumlah duit pengganti nan dibayarkan tersebut bakal diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti tanggungjawab bayar duit pengganti," sambung jaksa.

Jaksa turut mempertimbangkan hal-hal nan memberatkan dan hal-hal meringankan bagi pada terdakwa.

Hal-hal memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara nan bersih dan bebas dari korupsi dan pemberantasan korupsi.

Lalu, perbuatan Terdakwa menyebabkan kerugian finansial negara nan cukup besar.

"Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya," jelas jaksa.

Sementara itu, perihal nan meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

Emirsyah sebelumnya didakwa merugikan finansial negara hingga Rp9,37 triliun mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 ini.

Emirsyah diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Agus Wahjudo selaku eks Executive Project Manager Aircraft Delivery PT GA, dan Hadinoto Soedigono selaku eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012.

Kemudian berbareng Soetikno Soedarjo selaku mantan pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Hollingworth Management Internasional dan sebagai pihak intermediary (commercial advisor) nan mewakili kepentingan Avions De Transport Regional (ATR) dan Bombardier.

Lalu berbareng eks VP Fleet Acquisition PT GA Adrian Azhar, eks Vice President Treasury Management PT GA Albert Burhan, dan mantan Vice President Strategic Management Office PT GA Setijo Awibowo.

Tindak pidana nan dilakukan berbareng itu disebut turut menguntungkan sejumlah korporasi ialah Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC).

Total kerugian negara senilai US$609 juta itu jika dirupiahkan senilai Rp9,37 triliun dengan kurs rupiah kala dakwaan.

Dalam dakwaannya, Satar disebut telah membocorkan rahasia perusahaan mengenai perencanaan pengadaan armada PT Garuda Indonesia (GA) kepada Soetikno sebagai perantara ke perusahaan nan diuntungkan. Kemudian, perihal itu diteruskan kepada Bernard Duc nan merupakan Commercial Advisor dari Bombardier.

Satar juga disebut mengubah rencana kebutuhan pesawat Sub 100 seater dari nan semula berkapasitas 70 seats menjadi 90 seats jenis jet tanpa ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).

Pengubahan tersebut tak sesuai dengan hasil kajian Feasibility Study Additional Small Jet Aircraft Juli 2010 nan ditetapkan dalam RJPP 2011-2015 dan disetujui oleh para Pemegang Saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 15 November 2010.

Lebih lanjut, Satar disebut turut memerintahkan Setijo Awibowo, Agus Wahjudo, Albert Burhan dan Adrian Azhar nan bertindak sebagai tim pengadaan untuk merubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat jet Sub-100 dari pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) menjadi pendekatan Economic sub kriteria Net Value Present (NVP) dan Route Result tanpa persetujuan dari majelis direksi.

Hal tersebut dilakukan demi memenangkan pesawat bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Lalu, Satar berbareng Agus Wahjudo dan Hadinoto Soedigno melakukan persekongkolan dengan Soetikno Soedarjo untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia. Meskipun, jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep upaya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebagai perusahaan penerbangan nan menyediakan jasa full service.

Kemudian, Satar, Albert Burhan, M. Arif Wibowo dan Hadinoto Soedigno tanpa melalui rapat dewan memberikan persetujuan untuk pengadaan pesawat Turbopropeller tanpa ada kajian nan memadai serta belum ditetapkan dalam RJPP maupun RKAP.

Tak hanya itu, Satar disebut berbareng Albert Burhan melakukan Pembayaran Pre Delivery Payment (PDP) Pembelian Pesawat ATR 72-600 kepada Manufactur ATR sebesar US$3,08 juta padahal sistem pengadaan ATR dilakukan secara sewa.

Emirsyah Satar berbareng dengan Albert Burhan juga melakukan pembayaran PDP pembelian Pesawat CRJ-1 000 kepada Bombardier sebesar 33.916.003,80 dolar AS (US$33,9 juta) padahal sistem pengadaan CRJ-1 000 dilakukan secara sewa.

(pop/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional