Fakta Sidang Praperadilan Pegi Setiawan

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sidang Praperadilan Pegi Setiawan alias Perong selaku tersangka kasus dugaan pemerkosaan disertai pembunuhan berencana melawan Polda Jawa Barat (Jabar) telah memasuki babak akhir.

Pada Jumat (5/7) kemarin, sidang sudah masuk ke agenda kesimpulan. Berikutnya, pengadil tunggal Pengadilan Negeri (PN) BandungEmanSulaeman tinggal membacakan putusan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut rangkuman dari sidang Praperadilan nan dikumpulkan CNNIndonesia.com:

Periksa 67 saksi & 4 ahli

Polisi sudah memeriksa sebanyak 67 orang saksi dan empat orang mahir dalam proses investigasi kasus dugaan pemerkosaan disertai pembunuhan berencana dengan tersangka Pegi.

Dalam proses persidangan Praperadilan di PN Bandung, Selasa (2/7), Tim Hukum Polda Jabar meyakini penetapan tersangka terhadap Pegi telah dilakukan berasas kecukupan dua perangkat bukti nan sah.

"Pemeriksaan saksi 67 orang, mahir 4 orang seperti master forensik, ilmu jiwa forensik, inafis, dan mahir pidana," ujar personil Tim Hukum Polda Jabar.

Dalam persidangan itu, Tim Hukum Polda Jabar membacakan keterangan saksi-saksi nan pada pokoknya mengakui ada pengeroyokan dan pemerkosaan terhadap korban Vina dan Eky.

Hasil ilmu jiwa forensik

Tim Hukum Polda Jabar mengungkapkan hasil tes ilmu jiwa forensik nan menyimpulkan Pegi mempunyai kecenderungan mendusta dan sikap manipulatif. Tes ilmu jiwa forensik tersebut mengetahui profil psikologis tersangka mulai dari inteligensi, kepribadian, status mental, serta mengevaluasi kredibilitas tersangka.

Menurut Tim Hukum Polda Jabar, Pegi kerap menghindari kontak mata dan resah saat dilakukan pemeriksaan. Pegi pun memerlukan waktu untuk menjawab pertanyaan serta sering tidak tahu dan terbata-bata.

Saat interogator memperlihatkan foto Vina dan Eky, terjadi perubahan emosi dalam diri Pegi. Namun, tidak dijelaskan gimana perubahan tersebut. Perubahan kondisi itu menyimpulkan indikasi Pegi mengetahui peristiwa pembunuhan.

"Bahwa dalam diri Pegi Setiawan ada sikap kecenderungan mendusta alias menutupi nan sebenarnya dan manipulatif, dan ada perbedaan cerita antara Pegi dan ayahnya saat ditanyakan peristiwa nan sama," kata personil Tim Hukum Polda Jabar.

Pegi bawa 5 saksi

Tim kuasa norma Pegi membawa lima saksi dalam sidang Praperadilan tersebut. Mereka adalah mahir norma pidana Universitas Jayabaya Suhandi Cahaya, Suharsono namalain Bondol kawan kerja Pegi semenjak tahun 2016, Dede Kurniawan kawan main Pegi di Cirebon semenjak tahun 2015, Agus pemilik proyek, dan Liga Akbar sebagai saksi di dalam BAP kepolisian.

Suhandi Cahaya, mahir norma pidana ditanyai mengenai prosedur penetapan seseorang sebagai tersangka. Menurut dia, kudu ada minimal dua perangkat bukti untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

"Ya, kudu dua-duanya kualitas dan jumlah nan kudu betul-betul nan punya konek dengan apa nan telah dilakukan oleh tersangka dan pemeriksaan nan dilakukan oleh penyidik," jawab Suhandi.

Hakim turut menanyakan prosedur publikasi daftar pencarian orang (DPO) terhadap tersangka.

Suhandi pun menjawab untuk penetapan tersangka, semestinya ada pemanggilan terlebih dulu minimal dua kali. Hal itu merupakan patokan main nan tertuang dalam KUHAP.

"Ya, kudu ada pemanggilan minimum dua kali sesuai KUHAP. Setelah itu, jika tidak datang dipanggil, kewenangan dari interogator dia bisa menjemput si tersangka," terang Suhandi.

Ahli dari Polda Jabar

Ahli dari pihak Polda Jabar Agus Surono mengatakan keterangan saksi diperlukan untuk penetapan tersangka seseorang, selain juga peralatan bukti berupa surat alias akun media sosial.

Ahli pidana dari Universitas Pancasila ini menjelaskan penetapan tersangka dalam kasus pidana minimal kudu mempunyai dua perangkat bukti nan sah berasas Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Alat bukti dimaksud ialah keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Terkait keterangan saksi, Agus merinci saksi tersebut kudu nan melihat, mendengar alias mengetahui suatu peristiwa pidana. Akan tetapi, lanjut Agus, berasas putusan Mahkamah Konstitusi (MK), saksi tidak selalu nan memandang dan mengetahui tindak pidana.

Dalam keterangannya, Agus menyatakan surat-surat alias arsip dan media sosial seperti akun FB dapat dikualifikasikan sebagai perangkat bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus pidana.

Keterangan itu merupakan jawaban atas pertanyaan nan dilayangkan oleh pihak termohon dalam perihal ini Tim Hukum Polda Jabar.

"Kualifikasi surat itu tentu ada di dalam Pasal 187 KUHP dan ada beberapa dalam huruf a, huruf b dan huruf c, nan paling pas apa nan tadi kerabat tanyakan kepada saya itu adalah berangkaian dengan 187 huruf b-nya ialah surat nan dibuat oleh pejabat nan mempunyai kewenangan, maka apa nan tadi ditanyakan kepada saya masuk dalam kualifikasi 187 huruf b-nya tadi," terang Agus.

"Jadi, memang akun FB itu bisa saja jadi kualifikasi sebagaimana perangkat bukti, namun tidak masuk dalam kategori surat. Tapi, ini bisa dijadikan sebagai petunjuk meskipun kelak bakal dikonfirmasi lagi dalam pemeriksaan pokok perkara," sambungnya.

(ryn/pta)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional