TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menilai bahwa selama ini proyek lumbung pangan alias food estate hanya menambah beban keuangan negara. Ia menilai food estate belum memberikan akibat ekonomi positif nan signifikan. Bahkan, condong membebani finansial negara dengan hasil nan kurang sepadan.
“Sejauh ini keberadaan food estate belum mempengaruhi peningkatan produksi pangan, pendapatan petani dan perekonomian lokal lantaran belum ada nan berhasil,” ujar Eliza ketika dihubungi pada Senin, 28 Oktober 2024.
Proyek food estate nan terus-menerus kandas ini, menurut Eliza, disebabkan oleh perencanaan nan tidak serius. Ia menyebut, jika tidak ada perubahan dalam perihal perencanaan, maka kemungkinan besar food estate bakal kandas kembali.
“Persoalannya ini duit rakyat kudu digunakan secara bijak. Jika dalam pembangunan food estate tetap tidak mengikuti norma ilmiah, sudah dapat dipastikan bakal kandas lagi,” kata dia.
Menurut dia, anggaran food estate sebaiknya dialihkan untuk perihal lain nan jauh lebih terlihat dampaknya bagi sektor pertanian. Ia mencontohkan biaya alokasi unik (DAK) tahun 2024 untuk irigasi di seluruh Indonesia dianggarkan sebesar Rp1,68 triliun. Sementara untuk jalan food estate saja sudah dianggarkan Rp1,1 triliun.
“Sebaiknya anggaran difokuskan untuk hal-hal nan memang bakal signifikan meningkatkan produksi (pertanian) lantaran irigasi ini kunci,” ucapnya.
Iklan
Senada dengan Eliza, Direktur Eksekutif Sustain (Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia), Tata Mustasya, menilai bahwa akibat dari kegagalan food estate selama ini menimbulkan kerugian ekonomi. Pada akhirnya, negara lah nan mau tidak mau menanggung beban kerugian tersebut.
“Masih ada opsi nan lebih baik bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi pangan tanpa kudu merusak lingkungan dengan ongkos nan besar,” kata akademisi UPN Veteran Jakarta tersebut ketika dihubungi, Senin, 28 Oktober 2024.
Tata juga menyebutkan, menganggap food estate sebagai jalan keluar untuk menuju kedaulatan pangan adalah kekeliruan dalam berpikir. Ia menilai, untuk mencapai kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani, model produksi pangan nan terdesentralisasi adalah pilihan nan jauh lebih baik dibanding food estate nan sentralistis.
Pilihan Editor: Terkini: Sritex Pailit, Ekonom Sebut PHK Massal Industri Tekstil Picu Krisis Sosial; Pemerintah Prabowo bakal Cetak Sawah 150 Ribu Ha untuk Food Estate