TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejaktera (PKS) menolak skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan alias RUU EBET. Skema tersebut membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pengguna rumah tangga dan industri.
Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan power wheeling tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta. Ia menyebut ada implikasi nan krusial, ialah kesempatan pihak pembangkit listrik swasta menjual listrik secara langsung kepada pengguna listrik dengan mengambil peran PLN. "Artinya, PLN tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi ada banyak pihak swasta nan membeli dan menjual listrik dan membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS)," ujar Mulyanto melalui keterangan tertulis nan diterima Tempo, Senin, 8 Juli 2024.
"Dengan kata lain, pengusahaan listrik tidak lagi hanya dimonopoli oleh PLN tapi diliberalisasi kepada swasta dengan mengikuti sistem pasar," tambahnya.
Anggota Komisi VII ini menilai skema tersebut tidak sejalan dengan semangat konstitusi nan menempatkan kelistrikan sebagai bagian upaya krusial dan strategis nan dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, nan pengusahaannya dilakukan perusahaan negara.
Mulyanto juga mengatakan, memasukkan pasal power wheeling ke dalam RUU EBET sama dengan menjadikan listrik sebagai komoditas pasar. Karena power wheeling, pengusahaan listrik bakal dilakukan oleh orang-perorang nan harganya ditentukan oleh sistem pasar.
Menurutnya, skema power wheeling nan diusulkan pemerintah tetap dibahas dan belum menemukan kesepakatan. Fraksi PKS menolak sekaligus meminta pembahasan soal ini dilakukan di tingkat rapat kerja. Sayangnya, agenda masa sidang V DPR bakal berhujung pada 11 Juli 2024 sehingga kemungkinan raker tidak bisa diselenggarakan dalam masa sidang kali ini namalain dilanjutkan ke masa sidang berikutnya. "Kami minta pemerintah tidak memaksakan untuk memasukkan skema power wheeling," ujar dia.
Mengutip Antara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya menyatakan pemerintah tidak ragu dan mendorong skema power wheeling masuk RUU EBET.
Lebih lanjut, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, soal nilai dan ketentuan dalam skema power wheeling dalam RUU EBET bakal ditentukan oleh Menteri ESDM.
Ia juga mengatakan bahwa sewa transmisi sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. "Itu sama persis nan kita cantumkan di RUU EBET ini. Hanya penekanan kami ada di kata-kata bahwa untuk unik renewable energy," kata Eniya, Kamis, 4 Juli 2024, dikutip dari Antara.
Sebelumnya, skema power wheeling juga ditolak pengamat ekonomi daya Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Ia menilai ower wheeling berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan merugikan negara. Pasalnya, power wheeling bakal menggerus permintaan pengguna organik PLN hingga 30 persen dan pengguna nonorganik hingga 50 persen. Penuruann pengguna ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga meningkatkan nilai pokok penyediaan (HPP) listrik.
Pandangan berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Instute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, nan menyebut power wheeling bakal menciptakan kesempatan pengembangan sumber dan pemanfaatan daya terbarukan nan lebih luas, sehingga mendukung transisi daya menuju Net Zero Emisson (NZE) pada 2060.
"Power wheeling bakal berakibat pada semakin banyaknya pasokan dan permintaan daya terbarukan, khususnya untuk solusi elektrifikasi industri, sehingga memicu peningkatan investasi," ujar Fabby melalui keterangan tertulis, Senin, 20 Mei 2024.
Ia juga menepis power wheeling sebagai corak privatisasi kelistrikan. Ia berujar, jaringan transmisi itu tidak dijual ke swasta namalain tetap menjadi milik PLN selaku BUMN. "Justru skema ini dapat mengoptimalkan utilisasi aset jaringan transmisi PLN sehingga menambah penerimaan PLN dari biaya sewa jaringan, nan bisa dipakai untuk memperkuat investasi PLN di jaringan."
Kendati mendukung power wheeling, Fabby memberi catatan, bahwa power wheeling kudu mempromosikan daya terbarukan. Karena itu, perlu RUU spesifik nan mengatur skema tersebut.
Pilihan editor: Serikat Pekerja PLN Tolak Skema Power Wheeling nan Dinilai Untungkan Oligarki, Ini Alasannya