TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengingatkan agar kebijakan pemerintah mewajibkan potongan gaji 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera tidak memberatkan masyarakat. Terlebih, bagi para pekerja swasta kelas menengah.
"Kelas menengah tanggung, seperti generazi milenial dan generasi Z (gen Z) saat ini perlu lebih diperhatikan," kata Suryadi melalui keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024.
Menurut Suryadi, ketua mereka untuk mempunyai rumah pribadi bakal semakin susah lantaran penghasilannya tidak pernah cukup untuk mencicil angsuran perumahan rakyat (KPR). "Tidak mungkin kudu menunggu lama, pensiun alias berumur 58 tahun baru bisa beli rumah," katanya.
Selain pekerja kelas menengah generasi milenial dan gen Z, kata dia, pemerintah kudu memperhatikan pekerja berdikari dengan penghasilan tidak tetap. Ia meminta BP Tapera mengatur iuran untuk golongan pekerja ini secara bijaksana. Bahkan jika perlu, diklasifikasikan agar tidak memberatkan.
Lebih lanjut, dia meminta pemerintah mengkaji lebih lanjut soal penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (BPR). Ia berujar, ada Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 nan mengatur batas maksimal penghasilan MBR pada golongan sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB (Subsidi Selisih Bunga) dan SSM (Subsidi Bantuan Uang Muka), maksimal Rp 8 juta per bulan.
"Ini perlu dikaji lebih dalam, apakah batas ini perlu ditingkatkan, lantaran saat ini tetap banyak rumah bersubsidi nan terbengkalai lantaran tidak diserap masyarakat," ungkap dia.
Hal krusial lainnya menurut Suryadi adalah pengawasan ketat untuk proses pemupukan alias pengembangan biaya Tapera. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendesak pemerintah agar pemilihan manajer investasi pada BP Tapera bisa transparan, akuntabel, dan diawasi secara ketat.
"Ini diperlukan agar biaya Tapera tidak mengalami penyalahgunaan seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri, juga tidak dimasukkan dalam proyek-proyek nan berisiko tinggi seperti proyek IKN," ujar Suryadi. "Jangan sampai juga dialokasikan ke program pemerintah lainnya."
Kebijakan pemotongan penghasilan pekerja swasta sebesar 3 persen untuk Tapera diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera nan diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu. Beleid ini merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020.
Pasal 5 PP Tapera mengatur tiap pekerja nan berumur paling rendah 20 tahun alias sudah menikah nan mempunyai penghasilan paling sedikit sebesar bayaran minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera. Selain itu di Pasal 7 merinci jenis pekerja sektor mana saja wajib menjadi peserta Tapera. Aturan ini menyebut bukan hanya mewajibkan PNS alias ASN dan TNI-Polri, juga BUMN. Para tenaga kerja swasta dan pekerja lain nan menerima penghasilan alias bayaran turut masuk daftar nan wajib jadi peserta Tapera.
Kemudian, dalam Pasal 15 ayat 1 PP disampaikan besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari penghasilan alias bayaran untuk peserta pekerja dan Penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Sedangkan pada ayat 2, ialah besaran simpanan peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk peserta pekerja ditanggung berbareng oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan Pekerja sebesar 2,5 persen.
Jokowi mengatakan pemerintah sudah menghitung kebijakan pemotongan penghasilan 3 persen untuk Tapera. Menurut dia masyarakat pasti bakal menyesuaikan dengan kebijakan baru setelah izin berjalan.
Kepala negara mencontohkan saat diberlakukan BPJS Kesehatan di luar skema cuma-cuma nan sempat menjadi sorotan. “Tapi setelah melangkah saya kira bisa merasakan manfaatnya rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu nan bakal dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” kata Jokowi, Senin, 27 Mei 2024.
RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Jokowi Sebut Wajar Pegawai Swasta Berhitung Potongan 3 Persen untuk Tapera, Starlink Beri Diskon 40 Persen