Hari Masyarakat Adat dan HGU Dua Abad di Tanah IKN

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia nan jatuh pada 9 Agustus tahun ini menyimpan duka. Masyarakat adat di area pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, terancam terusir dari tanah nan ditinggali secara turun temurun.

Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur, Saiduani Nyuk mengatakan ada empat wilayah budaya terdampak pembangunan IKN. Wilayah itu dihuni sekitar 7.000 jiwa masyarakat adat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada 4 wilayah adat, organisasi budaya Balik Sepaku, organisasi budaya Balik Pemaluan, organisasi budaya Maridan dan Mentawir. Data nan kami himpun berbareng Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), kurang lebih 7.000 jiwa untuk masyarakat budaya di area IKN," kata Duan, sapaan akrabnya, Jumat (9/8).

Berdasarkan info dari BRWA, wilayah budaya Balik Sepaku mempunyai luas 40.702 hektare, wilayah budaya Balik Pemaluan seluas 28.875 hektare, wilayah budaya Maridan seluas 5.532 hektare dan wilayah budaya Mentawir seluas 35.668 hektare.

Duan mengatakan sebagian masyarakat budaya itu tetap menempati wilayah-wilayah mereka, namun ada juga nan telah tergusur.

Ia menyebut masyarakat budaya menolak opsi tukar rugi hingga skema relokasi nan ditawarkan pemerintah.

"Banyak pernyataan pemerintah bakal tukar rugi, termasuk relokasi, bagi masyarakat budaya tentu menolak skema soal relokasi dan tukar rugi," katanya.

"Ada beberapa penduduk nan tidak tinggal turun temurun, mereka rela diganti rugi, tapi bagi masyarakat adat, dibayar berapapun mereka tidak mau, lantaran mereka tidak ada pilihan lain pindah kemana. Berbeda perihal masyarakat budaya migrasi, mereka bakal rela tanah mereka dibayar," imbuh dia.

Kekhawatiran digusur paksa terus membayangi masyarakat adat. Belum lagi, kata Duan, bayang-bayang ancaman kriminalisasi.

Kriminalisasi hingga pengusiran

Ia mengatakan sudah ada kriminalisasi nan terjadi pada sembilan orang petani di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam, lantaran menolak pembangunan proyek bandara.

"Misalnya kasus Pantai Lango ada 9 orang nan dikriminalisasi, ada juga pengusiran penduduk di Pemaluan, masyarakat budaya diberi surat untuk meninggalkan tempat, itu sudah menjadi rambu-rambu, ketakutan penduduk di area IKN. Mereka merasa tidak mempunyai sertifikat tanah, mereka hanya mempunyai pengakuan secara adat, bahwa mereka mendiami wilayah itu secara turun-menurun," kata Duan.

Belum lagi, akibat lingkungan dari pembangunan proyek di IKN. Duan menyebut air bersih sekarang susah didapat, musibah banjir juga menghantui.

Tidak hanya itu, kata dia, masyarakat budaya sekarang susah mengakses wilayah-wilayah budaya nan mereka kuasai dulu, mereka juga tidak bisa berladang.

"Misalnya ditutup, tidak boleh masuk, tidak boleh berladang, tidak boleh beraktivitas di wilayah budaya nan mereka kuasai. Dampak pembangunan mencemari air, sampai sekarang air enggak bisa diakses ini. Semua organisasi kudu beli air galon dan sebagainya, banjir sering terjadi," ujar Duan.

Dalam konteks regional, dia mendesak pemerintah mengeluarkan patokan soal perlindungan dan pengakuan masyarakat budaya di area IKN.

"Sampai saat ini, bentar lagi 17 Agustus, IKN dipindah ke Kaltim, belum ada pembicaraan nan serius soal pengakuan dan perlindungan masyarakat budaya di area IKN," ujarnya.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan sejak awal pihaknya sudah menjelaskan bahwa ada banyak wilayah budaya nan terdampak IKN.

Menurutnya, ada ancaman kepunahan pada Suku Balik nan mendiami wilayah adat.

"Orang Balik itu terancam punah, nan sudah berpuluh-puluh tahun, kenapa? Karena sudah berpuluh-puluh tahun area mereka itu ditumpuki oleh konsesi-konsesi, sekarang nan punya konsesi paling banyak di sana, justru ada di wilayah adat, belum lagi organisasi lokal nan ada di sana, orang dari pulau lain, dari Sulawesi, Pulau Jawa, ini mau diapakan?" kata Rukka.

Ia mengatakan semestinya ada pengakuan terhadap masyarakat budaya di wilayah tersebut.

"Harus dibereskan dulu masalahnya, diakui masyarakat budaya bahwa mereka pemilik sah original tanah itu, dan jangan disingkirkan," ujarnya.

HGU IKN perparah bentrok agraria

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat di Pulau Kalimantan sepanjang 2015-2023 terdapat 338 bentrok agraria di lahan seluas 1.074.466,15 hektar. Konflik ini berakibat pada 113.474 keluarga.

Jika dirinci, di Kalimantan Timur dalam periode nan sama, terjadi 101 letusan bentrok agraria di lahan seluas 618.374,04 hektar dan berakibat pada 33.041 keluarga.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan proyek IKN nan memberi keistimewaan bagi penanammodal berupa 190 tahun Hak Guna Usaha (HGU) dan 160 tahun Hak Guna Bangunan (HGB) bakal memperparah ketimpangan dan bentrok agraria di Kalimantan Timur.

"Sepanjang 10 tahun terakhir terbukti HGU adalah penyebab tertinggi bentrok agraria di tanah air. Apalagi jika diberi HGU super spesial nyaris dua abad," kata Dewi.

Dewi juga menjelaskan sebelum ada IKN, di Kalimantan Timur sudah banyak terjadi tumpang tindih antara wilayah budaya alias wilayah masyarakat dengan konsesi perkebunan, tambang hingga klaim rimba tanaman industri oleh negara.

Seharusnya, kata dia, pemerintah menjalankan lebih dulu reforma agraria untuk memastikan proteksi, perlindungan hak-hak masyarakat setempat termasuk masyarakat adat.

"Karena jika buru-buru tanpa ada proses reformasi penuntasan tumpang tundih klaim, maka nan terjadi adalah akumulasi masalah struktural nan bakal semakin berlipat dobel di Kaltim. Kalau tidak dituntaskan dan bakal rentan mengkriminalkan organisasi adat, petani kalau, misal mereka keberatan tanah alias wilayah budaya menjadi sasaran pembangunan IKN," katanya.

CNNIndonesia.com telah menghubungi Wakil Kepala Otorita IKN Raja Juli Antoni dan Juru Bicara Otorita IKN Troy Pantouw untuk meminta tanggapan mengenai situasi terkini nan dialami masyarakat budaya dalam pembangunan IKN, namun keduanya belum merespons hingga buletin ini diterbitkan.

Beberapa waktu sebelumnya, Otorita IKN menjamin tak bakal melaksanakan aktivitas pembangunan proyek sebelum persoalan dengan masyarakat budaya setempat diselesaikan. Hal ini mengenai kesepakatan hasil rapat nan digelar pada Rabu (15/3/2023) oleh OIKN berbareng perwakilan masyarakat Suku Balik nan mendiami Kelurahan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim.

"Saya juga kudu memberikan agunan bahwa tidak ada pembangunan nan dilaksanakan di sini sebelum semua masalah di sini selesai," kata Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat OIKN Alimuddin kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/3/2023).

10 tahun RUU Masyarakat Adat mangkrak

Di Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia ini, Rukka berambisi ada kejelasan soal RUU Masyarakat Adat di DPR. Ia mengatakan sudah 10 tahun RUU itu mangkrak.

"Tentu saja sudah 10 tahun lebih UU Masyarakat Adat mangkrak di DPR, itu tetap tertahan di dua fraksi, PDIP dan Golkar, mudah-mudahan setelah ini bisa bergulir," katanya.

Ia mengatakan AMAN sudah meminta waktu untuk berjumpa dengan personil DPR mengenai dengan UU itu. Di sisi lain, Rukka juga berambisi Presiden berikutnya mempunyai perhatian serius terhadap masyarakat adat.

"Mudah-mudahan segera bisa dimasukan lagi dan disahkan, dan kita barharap masyarakat budaya jadi perhatian serius presiden nan bakal dilantik," katanya.

Akar Masalah Pembebasan Lahan 2.086 Hektare di IKN

Di aktivitas terpisah Deputi Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi mengungkap akar persoalan nan menyebabkan pembebasan 2.086 hektare lahan untuk pembangunan IKN di Kalimantan Timur belum rampung sampai hari ini.

"Kita mengerti lah, kita sedikit historical moment ya. Ada klaim-klaim masyarakat di dalam tanah itu," kata Thomas ditemui di UGM, Sleman, DIY, Jumat (9/8).

Menurut Thomas, klaim-klaim tersebut menyangkut sejarah kepemilikan lahan dan kewenangan pengelolaan atas tanah (HPL) di masa silam nan sebenarnya juga belum bisa dipastikan.

Persoalan ini, kata Thomas kerap terjadi di beragam wilayah di Indonesia. Sementara 2.086 hektare lahan di IKN ini termasuk dalam upaya pelepasan area rimba seluas 36 ribu hektare.

"Apakah penentuan HPL saat itu masyarakat sudah ada apa belum, jujur aja. Ataukah masyarakat ada setelah penentuan HPL, kan ini jadi masalah, mana nan duluan," ungkapnya.

Thomas memastikan pemerintah bakal membedah kebenaran empiris di lapangan demi menghindari penghakiman publik bahwa pemerintah menetapkan HPL tanpa memandang masyarakat nan mengaku sebagai pemilik lahan.

Untuk itu, pemerintah memeriksa status kepemilikan lahan dengan mengecek arsip alias sertifikat tanah, serta menentukan format solusinya. Apakah melalui skema Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) alias pembayaran duit tukar rugi.

Dia memastikan pemerintah tak bakal bersikap kaku dalam penyelesaian masalah ini, terutama menyangkut masyarakat nan sudah sekian puluh tahun mendiami lahan tersebut. Klaimnya, penduduk selalu dilibatkan dalam setiap jengkal proses pembangunan IKN.

"Kita punya kebijakan, kita bisa lepas itu pada untuk masyarakat untuk jadi kewenangan milik dan lain sebagainya," tegasnya.

(yoa/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional