TEMPO.CO, Jakarta - Petahana Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyebut, tantangan nan bakal dihadapi oleh bank sentral ke depan tetap bakal sangat berat. Hal ini dia sampaikan ketika mengikuti fit and proper test alias uji kepatutan dan kepantasan sebagai kandidat Deputi Gubernur Senior BI di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia alias DPR RI di Senayan hari ini Senin, 3 Juni 2024.
Menurut Destry, menjadi BI nan adaptif, inovatif, dan tangkas saja tidak cukup, lantaran persoalan nan dihadapi semakin kompleks dan intensitas serta magnitudonya nan tinggi.
"Menjadi BI nan adaptif, inovatif dan agile saja tidak cukup, dibutuhkan sinergi antara BI dengan pemerintah, otoritas lembaga, industri dan kembaga mengenai lainnya," katanya di hadapan Komisi XI DPR.
Dia menceritakan pengalamannya kala mengikuti uji nan sama lima tahun silam. Ketika itu, Destry menilai tantangan BI ke depan bakal sangat berat di tengah kondisi volatility, uncertainty, complexity and ambiguity (VUCA) nan sangat tinggi.
Destry menjelaskan bahwa volatility menyebabkan perubahan nan sangat dinamis, sigap dan tidak bisa diprediksi. Kemudian, ditambah dengan uncertainty, kondisi saat ini tidak jelas dan masa depan jadi lebih susah diprediksi. Sementara complexity lantaran beragam aspek saling berangkaian setiap saat. Ambiguity terjadi lantaran kurangnya informasi, sehingga muncul kebingungan dalam membikin suatu kebijakan.
Iklan
"Ternyata, situasi VUCA ini hingga saat ini bukannya berkurang, namun justru meningkat," tuturnya.
Kondisi ini, kata Destry, dimulai dengan pandemi Covid-19 sejak 2020. Kemudian, disusul dengan tensi geopolitik nan makin memburuk, seperti bentrok Rusia-Ukraina, Israel-Palestina. Lalu, diikuti pula dengan perang jual beli nan makin memanas antara Amerika Serikat dengan Cina.
Belum lagi Indonesia menghadapi rumor perubahan suasana nan bakal mendorong adanya akibat terhadap ekonomi dan biaya transisi. "Belum lagi kita menghadapi situasi high for longer dan fragmentasi ekonomi nan akhirnya bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap mata duit kuat lainnya. Ini bakal berpotensi mendorong terjadinya outflow dari negara emerging market, termasuk Indonesia."
Pilihan Editor: Kepala Otorita IKN Bambang Susantono Mengundurkan Diri, Sebelumnya Pernah Curhat Gaji Telat 11 Bulan