Inflasi Volatile Food Maret Cukup Tinggi secara Tahunan, Begini Penjelasan Kepala Bapanas

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi angkat bicara menanggapi pengumuman laju inflasi Juli 2024 nan disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis lalu.

Dengan penurunan nomor inflasi komponen bergolak (volatile food) secara tahunan, Arief percaya hingga akhir tahun laju kenaikan nilai pangan bakal ditahan dengan cukup baik. "Apalagi di Maret lalu, volatile food cukup tinggi secara tahunan, namun cukup baik secara bulanan. Kita optimis seterusnya inflasi pangan ini dapat membaik,” katanya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu, 3 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan pengendalian inflasi nasional membutuhkan sinergi semua pihak di bagian pangan mulai dari hulu hingga hilir. "Sesuai pengarahan Bapak Presiden Joko Widodo agar ekosistem pangan nasional itu dibangun secara sinergis mulai dari hulu sampai hilir, sehingga ini merupakan andil dan hasil gotong royong berbareng dengan semua stakeholder pangan nan ada mulai dari pemerintah pusat dan daerah, lampau BUMN, BUMD sampai asosiasi,” tutur Arief.

Sebelumnya, BPS mengumumkan penurunan pada inflasi volatile food secara tahunan. Inflasi volatile food didominasi beras, cabe rawit, dan cabe merah per Juli 2024 menjadi 3,63 persen dari nomor sebelumnya 5,96 persen. Secara tahunan, tingkat inflasi volatile food Juli 2024 jauh lebih baik dibandingkan pada Maret 2024, saat itu sempat berada di 10,33 persen.

Arief menyebut pergerakan inflasi volatile food terus menjadi perhatian Bapanas. "Dengan capaian pada Juli 2024 ini menunjukkan tingkat inflasi pangan mengalami penurunan dan terkendali, lantaran tetap dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Inflasi volatile food yang terkendali menjadi tugas kami di Badan Pangan Nasional," ujarnya.

Volatile food di Juli secara tahunan di 3,63 persen, kata Arief, mulai mendekati sasaran inflasi pemerintah di 2,5 persen plus minus 1 persen. Angka itu perlahan terus ditekan dengan peningkatan pasokan dan program intervensi ke pasar.

Dilihat secara bulanan, inflasi komponen bergolak tetap mengalami deflasi. BPS mencatat di tingkat deflasi 1,92 persen dengan andil 0,32 persen. Komoditas pangan nan mendominasi antara lain bawang merah, cabe merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih, dan telur ayam ras. Sementara tren deflasi nan berulang secara bulanan ini tidak serta-merta menunjukkan adanya depresiasi daya beli masyarakat.

Ia pun mengaku sepakat dengan Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti nan menyatakan kondisi deflasi bukan satu-satunya parameter daya beli masyarakat menurun. Terjadinya deflasi juga dapat terjadi lantaran pasokan nan cukup melimpah, namun permintaan tetap tetap sama.

“Kita lihat misalnya pada pergerakan inflasi beras, itu sejak April mengalami deflasi sampai 2,72 persen. Lalu Mei juga deflasi 3,59 persen. Ini lebih disebabkan lantaran produksi pada bulan-bulan tersebut sedang tinggi-tingginya. Sementara permintaan masyarakat terhadap beras condong sama,” ujar Arief.

Iklan

Terkait itu, menurut Kerangka Sampel Area BPS, puncak produksi beras terjadi di April 2024 sebesar 5,31 juta ton. Pada Mei 2024 proyeksi produksi beras di 3,61 juta ton, dan turun pada Juni 2024 di 2,06 juta ton.

Namun, pada Juli sampai September 2024 diproyeksikan mengalami kenaikan produksi nan masing-masing ada di nomor 2,18 juta ton, kemudian 2,66 juta ton, dan 2,96 juta ton. Sementara pada Juli, beras kembali mengalami inflasi. Untuk itu, Arief menilai memang sudah tepat langkah pemerintah menggelontorkan kembali support pangan beras mulai awal Agustus ini.

"Bulog pun ada penugasan tambahan penyerapan beras produksi dalam negeri 600 ribu ton sampai akhir tahun, guna memperkuat program-program intervensi nan bakal terus dilaksanakan,” ucap Arief.

Selain itu, pemerintah berbareng Perum Bulog tetap terus melaksanakan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Hingga akhir Juli, realisasi SPHP beras telah mencapai 922 ribu ton dengan saluran penjualan ke pengecer, distributor, pemerintah daerah, BUMN, dan lainnya.

Di samping itu, ada pula support pangan penanganan stunting nan dikerjakan ID FOOD berupa berupa paket pangan daging ayam dan telur. Durasi penyelesaian program pun telah diperpanjang sampai Oktober.

Adapun info pantuan panarealisasi per 29 Juli telah disalurkan paket pangan kepada 295 ribu penerima di wilayah Jawa Barat. Ini telah menyentuh 73,1 persen dari sasaran salur di Jawa Barat nan sejumlah 403 ribu," kata Arief.

Program jagoan pemerintah lainnya adalah Gerakan Pangan Murah (GPM). Jumlah GPM di tahun ini semakin mengalami eskalasi nan signifikan. Dari Januari sampai awal Agustus ini telah terlaksana 6.116 kali di 477 kabupaten/kota. Capaian GPM di semester pertama 2024 ini, kata Arief, telah jauh melampaui capaian di tahun sebelumnya di 1.591 kali. 

Pilihan Editor: Bulog Kembali Salurkan Bantuan Beras 10 Kilogram, Alasannya untuk Kendalikan Inflasi

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis