TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI) menyarankan agar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto konsentrasi memperkuat penegakan norma guna meningkatkan penerimaan pajak.
Ekonom LPEM UI, Teuku Riefky, menyoroti lemahnya penegakan hukum tetap menjadi salah satu aspek utama rendahnya pemungutan pajak. “Banyak kasus menunjukkan lemahnya penegakan hukum, sehingga penerimaan pajak juga rendah. Hal-hal seperti ini nan perlu segera diperkuat,” katanya seperti dikutip dari Antara, Jumat, 18 Oktober 2024.
Penguatan penegakan hukum, kata dia, sangat krusial agar potensi kebocoran pajak dapat ditekan. Langkah ini selaras dengan salah satu misi dalam Asta Cita, ialah reformasi tata kelola pemerintahan nan menekankan pada pencegahan kebocoran pendapatan negara, terutama di sektor sumber daya alam dan komoditas bahan mentah.
Selain mengatasi kebocoran, dia menekankan pemerintah juga kudu memperluas pemungutan pajak dengan menyerap lebih banyak tenaga kerja ke sektor formal. “Jika tenaga kerja umum bertambah, penerimaan dari pajak penghasilan juga bakal meningkat,” jelasnya.
Dia menyebut sebagian besar pekerja di Indonesia saat ini berada di sektor informal, terutama di bagian jasa dan perdagangan, nan menyulitkan upaya pemungutan pajak. “Pekerja informal lebih susah berkontribusi pada pajak, apalagi saat daya beli masyarakat kelas menengah sedang melemah,” tambahnya.
Riefky juga mengingatkan agar pemerintahan mendatang lebih konsentrasi pada peningkatan produktivitas sektor industri dan manufaktur. Menurut dia, meningkatkan tarif pajak secara garang bukan solusi nan tepat.
“Jika penerimaan pajak mau dinaikkan, kebijakan kudu diterapkan secara berjenjang dan konsisten agar tidak memicu akibat ekonomi nan tidak diinginkan,” tuturnya. Langkah berjenjang bakal menjaga stabilitas dan mengurangi akibat bagi perekonomian.
Terkait rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) nan sempat diusulkan Prabowo-Gibran, Riefky menilai bahwa model pemisahan kegunaan penerimaan dari Kementerian Keuangan memang sudah diterapkan dengan sukses di beberapa negara. Namun, dia mengingatkan bahwa transisi pemisahan tersebut bakal memerlukan persiapan matang.
“Yang perlu diperhatikan adalah sinkronisasi antara shopping dan penerimaan negara. Selama ini semuanya dikelola di bawah Kementerian Keuangan. Ketika dipisah, gimana sinkronisasinya kelak menjadi tantangan tersendiri,” jelasnya.
ANTARA
Pilihan Editor: Pengamat Sebut Pemerintahan Prabowo Perlu Maksimalkan Pungutan Pajak Sektor Hiburan