Ini Sebabnya Pakar Sebut Pajak 200 Persen untuk Produk Cina Bisa Bahayakan Indonesia

Sedang Trending 5 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah bakal mengenakan bea masuk hingga 200 persen untuk produk Cina  nan membanjiri pasar Indonesia. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan kebijakan itu sebagai respons atas dumping yang dilakukan Beijing sehingga peralatan produksi mereka dijual dengan nilai sangat murah.

Menurut Zulkifli Hasan, nan berkawan disapa Zulhas ini, perang jual beli Cina dan AS telah memicu kelebihan pasokan dan kapabilitas sehingga produk-produk Cina dijual di Indonesia dengan langkah dumping sehingga bersaing.

“Saya katakan kepada teman-teman jangan takut, jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap busana sampai dengan 200 persen, kita juga bisa. Ini agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang,” ucap Zulhas di Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.

Sejumlah produk impor itu di antaranya pakaian, baja, tekstil, dan keramik nan ditolak negara-negara Barat, akhirnya dijual di bawah nilai produksi. "Maka satu-hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai Permendagnya," kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu.

Bila patokan itu disahkan, bea masuk bakal berfaedah sebagai jalan keluar untuk melindungi barang-barang impor membanjiri pasar Indonesia.

Namun langkah pemerintah itu dikhawatirkan malah menjadi bumerang bagi Indonesia. Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi, mengatakan pemerintah kudu berhati-hati dalam menetapkan bea masuk sebesar 200 persen untuk produk impor asal Cina.

Dandy mengatakan kudu ada pedoman info nan kuat sebelum mematok bea masuk tersebut. Jika tidak punya argumen dan info nan kuat, kebijakan ini bisa menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia.

"Jadi menurut saya kita lihat apakah kebijakan ini memang didukung data-data nan tepat. Kalau kelak dari Cina menanyakan argumen penerapan bea masuk tersebut, dan kita tidak bisa memberikan argumen dengan info nan tepat, bahwa memang terjadi dumping dan sebagainya, itu kita bakal bisa digugat ke World Trade Organization alias WTO," kata Dandy kepada Tempo, usai peluncuran laporan penelitian tentang perdagangan dan investasi berkelanjutan, di Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.

Dandy mengatakan, jikalau tidak digugat ke WTO, Cina diprediksi tidak bakal tinggal diam. Perang jual beli antar kedua negara bisa saja terjadi dan perihal itu bisa berakibat lebih jelek bagi kondisi perekonomian nasional. Terlebih saat ini kuasa modal Cina di Indonesia cukup kuat dan mendominasi.

Menurut Dandy, bisa jadi Cina juga bakal membalas dengan menerapkan tarif lain sebagai corak perlawanan. Persaingannya berkemungkinan bukan pada peralatan nan sama, tapi di peralatan nan berbeda. "Kalau Cina mau melakukan itu, dampaknya bakal lebih besar lagi ke Indonesia, lantaran kita rantai pasok Indonesia tetap berjuntai dengan barang-barang dari Cina," ujarnya.

Untuk itu, dia merekomendasikan agar pemerintah melakukan kajian mendalam sebelum menetapkan bea masuk terhadap produk dari Cina. "Jadi menurut saya kudu berpikir dua kali, dan kudu disertai dengan info nan kuat jika kita mau melakukan unilateral trade policy seperti itu," katanya.

Saat ini impor Indonesia dari Cina berasas info Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 adalah 62,18 miliar dolar AS, sedangkan ekspor Indonesia 60 miliar dolar AS. 

Untuk 2024, BPS mencatat neraca perdagangan peralatan Indonesia kembali surplus sebesar US$3,56 miliar pada April 2024 ini. Surplus ini lebih rendah dibandingkan Maret 2024 nan sebesar US$4,58 miliar.

Berikutnya: Sri Mulyani Siapkan Langkah anti-Dumping

  • 1
  • 2
  • Selanjutnya

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis