Isi Revisi UU Pilkada, 2 Poin Krusial Versi DPR dan MK

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dinamika politik Indonesia memanas usai DPR mengebut revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan Pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024.

DPR langsung menggelar rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Rabu (21/8) sejak pukul 10.00 WIB. Baleg DPR langsung membentuk Panitia Kerja RUU Pilkada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Panja kemudian membahas daftar inventaris masalah (DIM) RUU Pilkada hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Lalu rapat dilanjutkan dengan penyampaian pendapat masing-masing fraksi mulai pukul 15.30 WIB.

Pimpinan rapat Baleg DPR Achmad Baidowi namalain Awiek menyimpulkan revisi UU Pilkada kemudian disetujui oleh kebanyakan partai. Keputusan Baleg dibuat pada 16.55 WIB. Artinya, revisi UU ini hanya butuh waktu tujuh jam untuk disepakati ditingkat Baleg.

Baleg DPR pun menganulir dua putusan krusial MK dalam draf isi revisi UU Pilkada tersebut. Merespons tingkah DPR ini, masyarakat ramai-ramai memprotes keras keputusan DPR tersebut.

Berikut adalah 2 poin krusial perbedaan putusan antara MK dan DPR soal RUU Pilkada:

1. Ambang pemisah pencalonan (threshold) kandidat

Putusan MK telah mengubah periode pemisah pencalonan oleh partai politik nan ada di UU Pilkada sebesar 20 persen bangku DPRD alias 25 persen bunyi sah.

MK menganulir periode pemisah dalam UU Pilkada tersebut melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. MK kemudian memberikan syarat baru periode pemisah didasarkan pada jumlah penduduk.

Melalui putusan itu, MK menyatakan partai alias campuran partai politik peserta pemilu bisa mengusulkan calon kepala wilayah meski tidak punya bangku DPRD.

Partai nan tidak memperoleh bangku DPRD, tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat presentase nan dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Syarat parpol dan campuran parpol bisa mengusung paslon ialah memperoleh bunyi sah dari 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah pemilih tetap di provinsi itu.

Sementara keputusan Baleg DPR pada Rabu (21/8) justru tetap mempertahankan periode pemisah 20 persen bangku DPRD alias 25 persen bunyi sah bagi partai nan mempunyai bangku di DPRD. Namun, partai politik nan tak punya bangku di DPRD disyaratkan seperti nan diputuskan oleh MK.

2. Batas usia minimum calon kepala daerah

UU Pilkada mengatur pemisah usia paling rendah calon gubernur adalah 30 tahun dan calon bupati/wali kota adalah 25 tahun.

Putusan MK nomor 70/PPU-XXII/2024 menegaskan pemisah usia minimum calon Gubernur tetap 30 tahun dan calon wali kota/bupati tetap 25 tahun, saat ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon, bukan ketika dilantik.

Di sisi lain, keputusan Baleg DPR menyatakan pemisah usia paling rendah calon Gubernur adalah 30 tahun dan pemisah usia calon wali kota/bupati adalah 25 tahun ketika resmi dilantik. Mereka malah merujuk pada keputusan MA dalam menyusun beleid ini, bukan mengikuti MK.

(rzr/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional