TEMPO.CO, Jakarta -Beroperasi nyaris 10 tajun sejak 2015 silam, PT Investree Radika Jaya (Investree) sekarang tinggal nama. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin upaya Investree lantaran melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya.
Aturan itu termaktub dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Investree juga dicabut izin usahanya lantaran keahlian nan memburuk sehingga mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.
Selama sembilan tahun itu, 2015-2024, Investree telah menyalurkan pinjaman ke 93.769 borrower baik perseorangan alias institusi. Dari jumlah ini, Investree juga telah menyalurkan Rp 14,43 triliun dengan nilai pinjaman lunas Rp 13,36 triliun. Sementara, itu tetap ada Rp 402,13 miliar nilai pinjaman outstanding alias belum dibayarkan.
Dilansir dari situs resmi Investree pada Rabu, 23 Oktober 2024, perusahaan nan didirikan oleh Adrian Asharyanto Gunadi, Amiruddin, dan KC Lim ini telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 25,59 miliar pada 2024.
Sebelum izin upaya dicabut, CEO Investree Adrian Gunadi pada 2 Februari 2024 diberhentikan di tengah tingkat angsuran macet perusahaan nan tinggi. Dilansir pada laman resmi Investree ketika itu, tingkat keberhasilan bayar alias TKB90 Investree adalah 83,56 persen.
TKB90 adalah tingkat keberhasilan P to P lending memfasilitasi penyelesaian tanggungjawab pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak jatuh tempo. Sebaliknya, untuk mengetahui tingkat angsuran macet P to P lending digunakan tingkat wanprestasi alias TWP90. OJK menilai rasio angsuran macet pinjaman online namalain pinjol dalam periode 90 hari.
Jika TKB90 Investree adalah 83,56 persen, maka TWP90-nya mencapai 16,44 persen. Angka tingkat angsuran bermasalah ini lebih tinggi dari ketentuan OJK nan sebesar 5 persen.
Usai mencabut izin Investree, OJK bakal melibatkan Polri untuk memburu eks CEO Investree Adrian Asharyanto Gunadi nan diduga berada di luar negeri. Adrian diduga melakukan tindak pidana berupa menghimpun biaya tanpa izin namalain ilegal.
“Prosesnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Kami bakal bekerjasama dengan Kepolisian RI untuk menangani perkara ini,” kata Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L. Tobing saat dihubungi pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Meski demikian, Tongam menyebut interogator saat ini tetap mencari posisi Adrian. Dia menyebut bakal terus mencari keberadaan dan menelusuri jumlah biaya nan dihimpun.
Iklan
“Adrian diduga melakukan tindak pidana penghimpunan biaya tanpa izin,” kata dia.
Profil Adrian Gunadi
Sejak Oktober 2015, Adrian Gunadi sudah memegang peranan krusial dalam perusahaan tersebut. Adrian merupakan pendiri alias Co-Founder sekaligus CEO Investree. Dengan begitu, dirinya sudah memimpin Investree selama kurang lebih 8 tahun 4 bulan.
Sebelum terjun ke bumi fintech P2P lending, Adrian mempunyai banyak pengalaman karir di sektor perbankan. Tercatat, Adrian menjabat sebagai Cash and Trade Product Manager di Citi pada 1998 hingga 2002.
Setelah keluar dari Citi, Pria lulusan Universitas Indonesia (UI) program studi akuntansi angkatan 1995 itu melanjutkan studinya dengan meraih gelar master of Business Administration (MBA) di Rotterdam School of Management, Erasmus University pada 2002 hingga 2003.
Pada 2005, Adrian kembali bekerja di bumi perbankan dengan mengisi posisi product structuring di Standard Chartered Bank hingga 2007. Kemudian, pada 2007 hingga 2009, dia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai head of shariah banking di Permata Bank.
Dia kemudian bekerja sebagai managing director, retail banking di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk selama 6 tahun, tepatnya pada Juni 2009–September 2015. Barulah pada 2015, dia mendirikan Investree sebagai salah satu fintech P2P lending nan beraksi pertama di Indonesia.
Defara Dhanya berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Profil Eks CEO Investree Adrian Gunadi nan Diburu OJK lantaran Diduga Himpun Dana Tanpa Izin