Jangan-jangan KPK Sedang Membidik PDIP?

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini aktif mengusut kasus dugaan korupsi nan diduga melibatkan kader PDI Perjuangan (PDIP). Apa betul KPK sedang membidik kader partai banteng tersebut?

Sejak awal tahun ini, KPK mulai aktif kembali mengusut kasus dugaan suap nan menjerat mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku. Tim interogator telah memeriksa sejumlah saksi seperti pengacara Simeon Petrus; mahasiswa Melita De Grave dan Hugo Ganda; Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto; dan Kusnadi selaku staf Hasto pada Mei dan Juni 2024.

Selain itu, KPK juga menyita perangkat komunikasi alias handphone milik Hasto dan Kusnadi. Tim interogator menduga ada petunjuk mengenai keberadaan Harun dari peralatan bukti tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPK juga sudah menggeledah rumah advokat PDIP Donny Tri Istiqomah di Jagakarsa, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Seiring waktu berjalan, KPK menemukan dugaan perintangan investigasi alias obstruction of justice saat menangani kasus tersebut.

Materi mengenai perintangan itu setidaknya telah didalami lewat saksi Dona Berisa nan merupakan mantan istri dari terpidana Saeful Bahri, Kamis (18/7).

Kemudian, KPK baru-baru ini juga membuka investigasi kasus dugaan korupsi nan diduga menyeret kader PDIP sekaligus Wali Kota Semarang ialah Hevearita Gunaryanti Rahayu namalain Ita dan suaminya Alwin Basri. Sejumlah tempat di Semarang sudah digeledah.

Tak hanya itu, dalam penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, Hasto dan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Yoseph Aryo Adhi Dharmo juga berstatus sebagai saksi. Aryo sudah diperiksa, sementara Hasto meminta agenda ulang pemeriksaan.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto membantah pihaknya tengah membidik kader PDIP. Tessa menjelaskan proses penegakan norma di KPK dilakukan berasas patokan dan prosedur nan berlaku. Ia memastikan tidak ada intervensi kepada interogator dalam menangani suatu kasus.

"KPK khususnya interogator bekerja berasas kerangka norma ialah apakah ada perbuatan pidana nan diperkuat dengan perangkat bukti alias tidak. Bukan berasas suku apa, kepercayaan apa, ras apa, alias golongan politik apa," ujar Tessa kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/7).

Meskipun KPK di bawah rumpun kekuasaan pelaksana dan para pegawainya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) berasas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019, Tessa memastikan tidak ada perbedaan dalam menangani suatu kasus.

"Proses penanganan kasus tidak ada perbedaan antara UU lama dengan nan baru," ucap dia.

Adapun mengenai pemeriksaan saksi-saksi kasus Harun nan kembali aktif dilakukan penyidik, Tessa pernah menyampaikan perihal itu merupakan upaya menindaklanjuti info nan diperoleh.

"Upaya itu [mencari Harun] tetap terus dilakukan tanpa mengenal henti dan semua info baru nan didapatkan oleh interogator bakal ditindaklanjuti baik itu melalui pemeriksaan maupun upaya-upaya investigasi lainnya," kata Tessa pada pertengahan Juni lalu.

Protes PDIP

Pemeriksaan Hasto dkk berikut tindakan investigasi lainnya nan dilakukan oleh KPK menuai protes dari PDIP. Penyidik Rossa Purbo Bekti nan menangani kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku dilaporkan ke sejumlah lembaga, mulai dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Komnas HAM, Pengadilan, hingga Bareskrim Polri.

Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mencurigai dirinya bakal menjadi sasaran KPK setelah Hasto diperiksa.

"Terus pasti deh pasti gimana langkah manggil Bu Mega ya bla bla, ya gue panggilin seluruh mahir norma mau enggak ikut saya? Iya kan, lezat saja," kata Mega di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (5/7) lalu.

Lantas, seperti apa proses penegakan norma di KPK?

Mantan interogator KPK nan saat ini menjadi Ketua Indonesia Memanggil (IM57+) Institute, M Praswad Nugraha, mengatakan penanganan suatu kasus di KPK bisa saja mendapat intervensi. Ia mencontohkan saat Firli Bahuri tetap menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Pada waktu itu, Praswad mengatakan banyak kasus nan dibiarkan oleh Firli sehingga Satgas Penyelidikan dan Penindakan membikin nota dinas kepada ketua KPK. Keputusan akhirnya, ketua KPK memulangkan Firli ke lembaga asal Polri.

"Pengalaman dari Firli waktu Deputi Penindakan, kasus itu dibiarin sama dia. Perjalanan kasus dari dumas ke lidik, lidik ke sidik, sidik ke penuntutan, itu kan butuh pembeberan perkara. Nah, nan mengusulkan pembeberan perkara itu Deputi Penindakan. Kita mengusulkan nota dinas mengusulkan pembeberan perkara ke pimpinan," kata Praswad saat dihubungi CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon.

Ia nan sempat menangani kasus korupsi support sosial (bansos) Covid-19 ini mengatakan ketua KPK menjadi pihak nan paling mempengaruhi proses penanganan kasus di lembaga antirasuah.

"Mulai dari Sprinlid kudu gelar perkara nan ditandatangani oleh pimpinan. Diajukan oleh deputi," ucap Praswad.

"Sebagus apapun undang-undang dan SOP [Standar Operasional Prosedur] di KPK, jika nan menjalaninya orang-orang nan culas dan tidak berintegritas, itu (kasus) tidak bakal jalan," sambungnya.

Sementara itu, mantan interogator KPK Yudi Purnomo Harahap menjelaskan normatif proses upaya penanganan kasus korupsi di KPK. Yakni dimulai dari info nan diterima bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas).

Apabila laporan tersebut masuk ke dalam kategori tindak pidana korupsi, berangkaian dengan penyelenggara negara dan merugikan finansial negara Rp1 miliar, Yudi mengatakan KPK bisa membuka penyelidikan.

Setelah itu, andaikan ditemukan bukti nan cukup, KPK dapat meningkatkan status ke tahap penyidikan.

Dari pelbagai proses tersebut, Yudi meyakini tidak ada celah intervensi dalam proses penegakan norma di KPK.

"Tidak mungkin ada suatu intervensi mengenai dengan suatu kasus lantaran sudah ada SOP-nya. SOP itu proses, bukan sekadar pembuktian," kata Yudi saat dihubungi.

Yudi menegaskan penanganan kasus di KPK tidak bakal berakhir sampai masuk masa kedaluwarsa ialah 18 tahun. Ia menganggap wajar andaikan ada pihak-pihak nan mengaitkan penanganan kasus di KPK dengan agenda politik. Menurut dia, perihal itu tidak bisa dihindari.

"Kenapa diungkit terus? Karena kasusnya belum selesai. Bisa jadi kasusnya rumit, alias kasus itu pelakunya buron sehingga mandek. Mengapa? Karena sampai kapan pun jika pelakunya tidak ditangkap, kasus tidak bakal tuntas," ucap Yudi.

Penyidik nan sempat menangani kasus korupsi pertambangan ini mafhum ketua KPK mempunyai peran nan sangat besar mengenai dengan penanganan kasus. Namun, soal intervensi, dia meyakini celah tersebut mini dan pasti bakal ketahuan jika dilakukan.

"Tentu muaranya di ketua KPK. Semua proses nan ada di KPK tentu memerlukan ketua sebagai pemimpin untuk pembeberan misalnya, masuk ke penyelidikan, investigasi dan penuntutan tentu ketua tahu. nan paling krusial adalah pembeberan dari penyelidikan ke penyidikan, di situ kan ketua juga hadir," kata Yudi.

"Jadi, kasus di KPK tidak bakal mungkin dilakukan intervensi. Kalaupun ada, sigap alias lambat pasti ketahuan," lanjut dia.

(tsa/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional