Jejak Aturan Tapera di DPR, Disetujui Semua Fraksi Kini Tuai Polemik

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Rencana pemerintah untuk menarik iuran wajib kepada semua pekerja lewat program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai gelombang kritik publik lantaran dinilai sebagai kebijakan keliru di tengah kondisi ekonomi masyarakat nan lesu.

Iuran wajib Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Aturan terbaru itu diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024.

Aturan baru itu merevisi bahwa peserta iuran wajib Tapera sekarang bukan bukan hanya PNS alias ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk tenaga kerja swasta dan pekerja lain nan menerima penghasilan alias upah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Besaran total iuran nan wajib diberikan ialah sebesar 3 persen, masing-masing 2,5 persen berasal alias diberikan oleh pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja.

PP Tapera merujuk alias didasarkan pada UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Di dalamnya menyebut Tapera merupakan penyimpanan periodik peserta dalam jangka waktu tertentu, nan dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan alias dikembalikan dengan hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

UU Tapera disahkan dalam Rapat Paripurna pada 23 Februari 2016 dan disetujui semua fraksi. Bahkan, UU Tapera kala itu menjadi RUU inisiatif nan pertama diusulkan DPR pada periode 2014-2019.

"RUU Tapera ini adalah RUU inisiatif DPR nan pertama kali dalam periode 2014-2019 nan masuk dalam prolegnas nan disepakati berbareng oleh DPR dan Pemerintah untuk diprioritaskan dalam tahun 2015," kata Ketua Pansus RUU Tapera kala itu, Yoseph Umar Hadi dari Fraksi PDIP.

Dalam sistem sederhana, Yoseph menjelaskan UU Tapera hanya menyediakan payung norma bagi pemerintah untuk mewajibkan setiap penduduk negara menabung sebagian dari penghasilannya.

Tabungan itu bakal dikelola Bank Kustodian di bawah Badan Pengelola Tapera untuk dipupuk dan dimanfaatkan menjadi rumah murah dan layak.

Fraksi PKS di DPR, sebagai oposisi pemerintah kala itu apalagi secara unik memuji pengesahan UU Tapera. Menurut mereka, UU Tapera bakal menjadi solusi kebutuhan rumah nan kian meningkat.

"Fraksi PKS memandang bahwa RUU Tapera mempunyai makna krusial dan strategis untuk membuka akses kepemilikan rumah bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah," kata Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Abdul Hakim, Juni 2016.

"Nanti ada tanggungjawab menabung dari peserta sebesar 2,5 persen penghasilan dan tanggungjawab menabung bagi pemberi kerja 0,5 persen. Setiap peserta juga berkuasa mendapatkan pemanfaatan Dana Tapera nan di antaranya dapat digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah," imbuhnya.

Pada PP Tapera nan diteken Jokowi, penghasilan pekerja bakal dipotong 3 persen untuk simpanan Tapera mulai Mei 2027.

Hal ini merujuk pada tenggat waktu nan diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada BPTapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.

"Pemberi Kerja untuk Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i mendaftarkan Pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini," demikian bunyi Pasal 68 PP Tapera.

Adapun PP 25/2020 diteken Jokowi pada 20 Mei 2020. Artinya pendaftaran itu kudu dilakukan pemberi kerja paling lambat pada 20 Mei 2027.

Rincian potongan 3 persen penghasilan dijelaskan di Pasal 15 ayat (2), di mana jumlah tersebut ditanggung berbareng sebesar 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen dari pekerja.

Pemerintah telah menekankan patokan ini mengatur simpanan Tapera ini hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan alias dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Namun gelombang kritik kadung meluas. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) bahkan menilai rencana iuran wajib Tapera justru hanya menjadi akal-akal pemerintah untuk kepentingan politik praktis.

"Kami mencurigai pemotongan penghasilan untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki," kata Ketua Umum KASBI, Sunarno, Senin (28/5).

(thr/gil)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional