Jika PDIP Gabung Pemerintahan, Ekonom Sebut Indonesia Menuju Negara Oligarki

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut kesempatan bergabungnya PDIP ke pemerintahan Prabowo-Gibran semakin memperkuat pola-pola nan mendukung Indonesia menjadi negara oligarki. Hal ini berangkaian dengan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) nan menyebut 61 persen personil DPR merupakan pebisnis alias pengusaha.

“Masuknya PDIP ke dalam kabinet Prabowo dan absennya oposisi nan kuat bisa memperparah kecenderungan oligarki di Indonesia,” ujar Achmad ketika dihubungi pada Rabu, 09 Oktober 2024.

Menurutnya, pola oligarki terbentuk ketika kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi berkelindan. Di mana pengusaha mempunyai akses langsung dan signifikan terhadap pembuatan kebijakan.Menurut Achmad, dengan kondisi saat ini, Indonesia semakin menuju ke corak negara oligarki.

“Dalam situasi seperti ini, ada kekhawatiran kebijakan ekonomi bakal lebih condong menguntungkan golongan tertentu, terutama golongan upaya nan mempunyai akses ke lingkaran kekuasaan,” kata Achmad.

Ia berpandangan, jika semua partai politik Indonesia di parlemen menjadi bagian dari pemerintahan tanpa adanya oposisi nan kuat, ruang untuk aspirasi rakyat bisa semakin menyempit dan proses kerakyatan nan sehat bakal terganggu. Kondisi ini bisa rawan lantaran mengurangi ruang bagi masyarakat luas untuk mendapatkan faedah dari kebijakan ekonomi nan setara dan berimbang.

Iklan

“Ketika pengusaha mempunyai pengaruh besar terhadap kreator kebijakan, ada akibat bahwa izin nan diberlakukan tidak lagi mencerminkan kepentingan umum, melainkan kepentingan segelintir elite bisnis,” ujarnya.

Praktik ini menurutnya dapat memperlebar ketimpangan ekonomi lantaran kebijakan nan dibuat lebih konsentrasi pada kepentingan upaya besar daripada masyarakat itu sendiri. Industri-industri nan dekat dengan penguasa bisa mendapatkan untung khusus, seperti keringanan pajak, perjanjian pemerintah, alias perlindungan dari persaingan, nan pada akhirnya menciptakan distorsi dalam pasar.

Ketiadaan oposisi nan efektif, kata Achmad, juga menambah akibat terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintahan nan tidak diawasi condong lebih rentan terhadap praktik korupsi, nepotisme, dan pemborosan anggaran. Hal ini juga membuka ruang bagi keputusan ekonomi nan keliru, tidak efektif, alias apalagi merugikan.

Pilihan editor: Sri Mulyani Klaim Ada 11 Juta Lapangan Kerja Baru dalam Tiga Tahun

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis