Joki Tugas Online, Cermin Buruk Dunia Pendidikan yang Serba Instan

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Jasa joki tugas di bumi pendidikan kian menggeliat. Mereka menawarkan jasa mengerjakan tugas mulai dari jenjang SMP, SMA, hingga perguruan tinggi untuk jenjang sarjana, master, dan doktor.

Dulu, jasa joki tugas bergerak secara diam-diam dan rahasia, sehingga agak susah ditelusuri. Namun, sekarang para joki nan menyediakan jasa berani terang-terangan secara daring alias online.

Mereka mempunyai akun dan menawarkan jasa di berbagai media sosial, apalagi ada beberapa penyedia jasa joki nan beralih bentuk membentuk perseroan terbatas (PT).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peminatnya pun diduga tak sedikit. Ini bisa terlihat di salah satu akun penyedia jasa joki di media sosial nan mempunyai pengikut (followers) lebih dari 280.000 pengguna. Jasa itu apalagi telah dipromosikan sejumlah selebgram.

Salah satu akun joki tugas di TikTok mempunyai 30.000 pengikut. Mereka juga melakukan promosi dengan embel-embel nilai jasa nan disediakan terbilang murah.

Masifnya praktik joki tugas ini menjadi catatan jelek pendidikan di Indonesia. Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema menilai suburnya kejadian ini menandakan pendidikan di Indonesia tak lagi mengedepankan proses, tapi hanya berorientasi pada hasil nan serba instan.

"Motivasi belajar anak-anak kita dan mahasiswa kita makin lama makin rendah. Artinya, berguru menjalani proses pendidikan itu bukan dianggap proses pembentukan diri, tapi asal lewat saja, nan krusial dapat nilai. Ini kan sebuah proses instan dan bertentangan dengan proses pembentukan diri," kata Doni kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/7).

Doni mengatakan akar masalah kehadiran joki tugas ini tak lepas dari sistem pendidikan Indonesia nan mengedepankan pertimbangan pembelajaran berupa nilai/angka untuk mengukur standar kompetensi. Namun, tanpa adanya pengawasan nan ketat dari pengajar.

Karena itu, siswa alias mahasiswa bakal berfokus mengejar nilai secara mati-matian meski dalam mencapai tujuan menggunakan sistem tak jujur seperti joki.

Menurut Doni, kondisi ini membikin kepentingan upaya dan kepentingan jangka pendek siswa nan mau serba instan mencapai titik jumpa di dalam bumi pendidikan.

"Fenomena joki, sekolah nan jor-joran katrol nilai, cuci nilai rapot. Ini cerminkan situasi masyarakat kita sedang sakit. Dunia pendidikan bukan lagi jadi penyelesaian masalah, tapi malah jadi bagian masalah," ucap dia.

Doni juga mengatakan persoalan ini dibarengi dengan kondisi sekolah dan pembimbing nan kandas menanamkan makna proses belajar dan tanggung jawab kepada para siswa alias mahasiswa. Ia menegaskan pembimbing dan pengajar kudu mengenal lebih jauh kompetensi mahasiswa dan siswa secara bertanggung jawab.

"Orang dapat nilai 50 tapi hasil jerih payahnya kudu diapresiasi . Daripada 100 tapi nan mengerjakan orang lain malah itu nan diapresiasi," kata dia.

Doni mengusulkan pemerintah dapat mengevaluasi dan memperketat pengawasan hasil pertimbangan pembelajaran siswa/mahasiswa oleh pengajar.

Ia mencontohkan di negara-negara maju, banyak ujian sekolah/kampus menggunakan metode ujian lisan. Proses ini bakal menekankan para pengajar mengetahui kompetensi tiap-tiap siswa.

''Jadi sistem pemberian tugas diubah. Caranya ujian diganti ujian lisan. Anak ditanya, terus jawab. Nanti jika ujian tertulis, apalagi dikumpulkan online, sudah ada celah joki di sini," tuturnya.

Terpisah, master norma pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan pengguna jasa joki di bagian pendidikan dapat terjerat dua ancaman balasan sekaligus.

Ia menjelaskan ancaman balasan pertama diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di Pasal 25 Ayat (2). Pasal itu mengatur pencabutan gelar akademik bagi pihak nan terbukti menggunakan joki dan melakukan plagiasi.

Kemudian ancaman balasan kedua, pengguna joki dapat dipidana hingga 2 tahun penjara dan/atau denda Rp 200 juta dalam Pasal 70 UU Sisdiknas jika terbukti melakukan plagiat.

"Itu delik umum, nan mengetahui bisa melaporkan, terutama perguruan tinggi," kata Fickar.

Kemendikbud Ristek menegaskan bahwa menggunakan joki tugas adalah salah satu corak dari plagiarisme nan dilarang oleh Undang-undang.

Oleh karena itu, Kemendikbud mengingatkan akademika dilarang menggunakan joki tugas.

"Civitas academica dilarang menggunakan joki (jasa orang lain) untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah lantaran melanggar etika dan hukum," demikian keterangan resmi Kemendikbud sebagaimana dikonfirmasi, Kamis (25/7).

"Hal tersebut merupakan corak plagiarisme nan dilarang dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," imbuhnya.

Menurut Kemendikbud, civitas academica kudu menggunakan daya kemampuannya sendiri dalam menunjukkan kapabilitas akademiknya. Kemendikbud pun meminta semua pihak turut memantau praktik plagiarisme tersebut.

"Bagi warganet nan menemukan praktik plagiarisme/kecurangan akademik, laporkan ke ult.kemdikbud.go.id alias posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id @Itjen_Kemdikbud," tulis Kemendikbud. 

(rzr/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional