TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Presiden Jokowi bahwa Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pemindahan Ibu Kota mestinya diteken presiden terpilih Prabowo Subianto menuai sorotan. Ekonom dan pengamat kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai langkah tersebut sebagai upaya Jokowi melempar tanggung jawab sekaligus melindungi citranya di masa depan.
Pasalnya, Achmad berujar, Jokowi nan memutuskan dan memulai pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pembangunan ibu kota baru ini juga dilakukan dengan biaya besar. Proyek IKN juga bukan proyek jangka pendek. Sementara dalam prosesnya, pembangunan IKN juga menuai kritik dan keraguan dari publik.
“Ini langkah cerdas untuk menjaga warisan. Jika IKN sukses di bawah kepemimpinan Prabowo, Jokowi bisa tetap menyatakan bahwa proyek ini dimulai di bawah pemerintahannya,” kata Achmad dalam keterangannya kepada Tempo, Selasa, 8 Oktober 2024.
Sebaliknya, Achmad melanjutkan, jika proyek IKN gagal, Jokowi bisa menyatakan kegagalan itu sebagai kegagalan pemerintahan baru. Sederhananya, Jokowi bisa menyatakan bahwa kegagalan ini disebabkan pemerintahan baru tidak bisa melanjutkan alias mengelola proyek IKN dengan baik.
Sementara, melanjutkan proyek ibu kota baru bukan perkara mudah. Prabowo, kata Achmad, bakal dihadapkan pada persoalan pendanaan, pembangunan infrastruktur, hingga kepastian ekosistem nan memadai. Walhasil, keberhasilan ataupun kegagalan IKN bakal menjadi ujian besar baginya.
“Jokowi telah melempar bola panas. Menjaga citranya sekaligus menghindari akibat kegagalan nan mungkin terjadi di masalah besar,” kata Achmad.
Sebelumnya, Jokowi memang mengatakan Keppres tentang pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN belum diteken lantaran menunggu kesiapan ibu kota baru. “Ya, mestinya gitu, (diteken) presiden nan baru, Pak Prabowo," kata Jokowi di IKN, dikutip dari keterangan persnya, Ahad, 6 Oktober 2024.
Kepala negara juga menyebut pemindahan ibu kota negara bukan urusan bentuk semata. Lebih dari itu, perlu membangun ekosistem di wilayah tersebut. Caranya, kata dia, bisa dilakukan dengan membangun sejumlah prasarana pendukung di ibu kota. Di antaranya pembangunan seperti rumah sakit, sarana pendidikan di seluruh tingkatan, pusat keramaian seperti warung ataupun kafe, hingga urusan logistik.
"Semuanya butuh waktu. Pindah rumah saja ruwetnya kayak gitu, ini pindah ibu kota," ujar Jokowi.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan tulisan ini
Pilihan Editor: Krisis Baja China, IISIA Prediksi Dumping Baja ke RI bakal Semakin Parah