Jumlah Kelas Menengah Terus Turun, Ini yang Dilakukan Pemerintah

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan Pemerintah untuk membikin kebijakan nan memperkuat daya beli kelas menengah, nan jumlahnya menurun sejak pandemi Covid-19. Padahal  kontribusi golongan ini tinggi terhadap perekonomian.

“Penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk golongan miskin, tapi juga untuk kelas menengah (middle class) dan menuju kelas menengah (aspiring middle class),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat konvensi pers, di Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2024.

Berdasarkan info BPS, jumlah masyarakat kelas menengah terus turun. Jika pada 2019 tetap sebanyak 57,33 juta orang, pada 2021 menjadi 53,83 juta dan pada 2022 turun lagi menjadi 49,51 juta.

Kelas menengah banyak nan turun menjadi golongan menuju ke kelas menengah, sehingga jumlahnya naik dari 136,92 juta pada 2023 menjadi 137,50 juta di 2024. Jumlah masyarakat kelas atas juga turun dari 1,26 juta di 2023 menjadi 1,07 juta pada 2024.

Mayoritas pengeluaran kelas menengah dan menuju kelas menengah menyasar golongan makanan serta perumahan, dengan pengeluaran untuk perumahan mencakup biaya sewa dan perabotan rumah tangga dan tidak termasuk biaya angsuran pembelian rumah alias Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Secara tren, proporsi pengeluaran kelas menengah untuk makanan mengalami peningkatan, sementara intermezo dan kendaraan turun.

“Kelas menengah mempunyai peran nan sangat krusial sebagai alas ekonomi suatu negara. Ketika proporsi kelas menengah relatif tipis, perekonomian kurang resilien terhadap guncangan. Jadi, peran kelas menengah menjadi krusial untuk menjaga daya tahan suatu ekonomi,” ujar Amalia.

Kelompok kelas menengah mencakup masyarakat dengan pengeluaran berkisar Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan pada 2024. Jumlah itu ditentukan oleh standar Bank Dunia soal kelas menengah dengan kalkulasi 3,5-17 kali garis kemiskinan suatu negara.

Standar tingkat pengeluaran kelas menengah meningkat dari 2019, ialah pada rentang Rp1.488.375 hingga mencapai Rp7.229.250.

Sedangkan golongan menuju kelas menengah merupakan masyarakat nan mempunyai pengeluaran 1,5-3,5 kali garis kemiskinan, ialah pada rentang Rp874.398 hingga Rp2.040.262 pada 2024, dan Rp637.875 hingga Rp1.488.375 pada 2019.

Sektor Manufaktur Jadi Penyelamat

Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Raden Pardede menyatakan sektor manufaktur menjadi opsi nan dapat menyelamatkan kelas menengah.

“Persoalan di kelas menengah, pilarnya itu sektor umum dan manufaktur nan produktivitasnya relatif tinggi,” kata Raden dalam seminar Optimisme Baru Pembangunan Ekonomi Era Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, penurunan kelas menengah mulai terjadi usai pandemi COVID-19. Pada periode itu, ekonomi turut mengalami krisis.

Sementara support nan diberikan oleh pemerintah lebih banyak menyasar kelas miskin dan rentan, di sisi lain kelas atas condong relatif aman. Sedangkan kelas menengah relatif terdampak.

Bersamaan dengan itu, lanjut Raden, pembuatan lapangan kerja beberapa tahun terakhir lebih banyak terjadi di sektor informal dan sektor nan kurang produktif.

Misalnya, pekerjaan ojek daring nan lebih berfokus pada jasa layanan dibandingkan produksi.

“Strategi ke depan, kita kudu masuk ke sektor nan lebih produktif dan formal, dalam perihal ini manufaktur,” ujar dia.

Partisipasi kelas menengah di sektor manufaktur dinilai dapat meningkatkan kualitas produk manufaktur. Bila ini terjadi maka produktivitas manufaktur dapat bekerja dan kelas menengah mempunyai pendapatan nan memadai untuk menopang daya beli mereka.

“Maka, mesin ekonominya bakal bergerak sendiri lantaran daya belinya kuat untuk membeli barang-barang kita, dan manufakturnya juga bekerja,” tutur Raden.

Sebelumnya, Pemerintah memberikan tambahan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Iklan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan kedua program tersebut ditujukan untuk memperkuat kelas menengah nan dinilai sebagai motor penggerak perekonomian.

Ia mendefinisikan masyarakat kelas menengah sebagai masyarakat dengan pola konsumsi di mana pengeluaran terbesar biasanya dari segi sektor untuk makanan minuman, diikuti dengan perumahan, kesehatan, pendidikan, hingga intermezo alias sektor jasa.

Saat ini, sektor perumahan menjadi salah satu pengeluaran kedua terbesar bagi masyarakat kelas menengah sehingga kebijakan pemerintah di sektor ini menjadi penting.

Berpengaruh pada Penerimaan Pajak

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, Pemerintah bakal memperkuat masyarakat kelas menengah (middle class) guna meningkatkan pedoman penerimaan pajak.

Saat ini jumlah kelas menengah tetap sebesar 17,13 persen dari total populasi masyarakat, serta calon kelas menengah (aspiring middle class/AMC) nan sekitar 50 persen.

“Kita cemas di 2023 ke 2024 ini kan proporsi kelas menengah dan aspiring middle class mulai agak turun sedikit kan, kita mau mendorong, meningkatkan kembali porsi peran dan kontribusi ke perekonomian. Kalau kelas menengah jumlahnya meningkat, itu otomatis tax base-nya lebih tinggi,” kata Susiwijono usai konvensi pers perbincangan nan berjudul ‘Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045’ di Jakarta, Selasa.

Calon kelas menengah alias aspiring middle class (AMC) merupakan golongan masyarakat nan sukses naik kelas, namun tetap rentan miskin.

Susiwijono menjelaskan, penguatan kelas tersebut ditempuh Pemerintah melalui pemberian insentif pada sektor perumahan, seperti penambahan kuota subsidi rumah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) serta perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100 persen sampai Desember 2024.

Kedua program tersebut telah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan lampau dan bakal mulai diterapkan mulai 1 September 2024. Saat ini, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nan berisi rincian patokan program tersebut tengah disusun.

"Kelas menengah mau kita tingkatkan lagi jumlahnya, lantaran share-nya ke ke ekonomi nan sangat besar tadi, dengan beberapa insentif tadi. Makanya kita mendorong lagi insentif PPN DTP, kita sorong lagi insentif nan menyasar ke kelas menengah," kata Susiwijono.

Peran Penting Kelas Menengah

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), agar bisa mencapai pertumbuhan ekonomi nan konsisten di nomor 6-7 persen, salah satu syaratnya ialah dengan mempertebal kalangan kelas menengah.

Saat ini, sektor perumahan menjadi salah satu pengeluaran kedua terbesar bagi masyarakat kelas menengah sehingga kebijakan pemerintah di sektor ini menjadi penting. Oleh lantaran itu, kebijakan subsidi di sektor perumahan dipilih sebagai sektor prioritas.

Selain itu, kata Airlangga, Pemerintah juga telah menginisiasi beberapa program lain seperti perlindungan sosial (perlinsos), insentif pajak, Program Kartu Prakerja, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), hingga Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Deputi Bidang Ekonomi KKP/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan penguatan kelas menengah krusial bagi Indonesia agar bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap).

Adapun Pemerintah sendiri menetapkan sasaran masyarakat kelas menengah mencapai 80 persen pada 2045 mendatang. Peningkatan kelas ini diharapkan terealisasi secara berjenjang dari tahun ke tahun.

"Jadi proporsi kelas menengah tahun 2045 juga diharapkan mencapai 80 persen. Karena kan kelas menengah ini menjadi alas dari perekonomian. Kalau agar kokoh perekonomiannya maka kelas menengahnya kudu tebal," ucapnya.

Guna mencapai target, Amalia menilai industrialisasi upaya menjadi langkah nan penting. Pemerintah kudu bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi kelas menengah (middle class jobs).

Pilihan Editor: Sang Pisang Sepi, nan Ayam Kaesang juga Ditinggal Pembeli

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis