Jurnalis Bali hingga Surabaya Jalan Mundur ke DPRD Tolak RUU Penyiaran

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Denpasar, CNN Indonesia --

Para jurnalis dan organisasi wartawan di sejumlah wilayah terus menyuarakan menolak revisi UU Penyiaran pengekang kebebasan pers, termasuk di Surabaya dan Bali.

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya melakukan tindakan tenteram menolak RUU Penyiaran nan bisa mengekang kebebasan pers di Indonesia, Rabu (29/5).

Aksi mereka diawali dengan berjalan mundur saat menuju Taman Apsari, alias depan Gedung Negara Grahadi Surabaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua IJTI Korda Surabaya Falentinus Hartayan menjelaskan tindakan melangkah mundur dilakukan untuk menggambarkan bahwa sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran nan disusun DPR RI untuk menggantikan Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah kemunduran bagi kemerdekaan pers Indonesia.

"Karena beberapa pasal di RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," katanya di sela-sela aksi.

Falen, sapaan akrabnya mencontohkan Pasal BA huruf (q) dan Pasal 42 Ayat 2 RUU Penyiaran tentang penyelesaian sengketa jurnalistik unik di bagian penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Dua pasal RUU Penyiaran ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, nan telah mengatur bahwa sengketa jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers," ujarnya.

IJTI Korda Surabaya juga menyoroti Pasal 508, Ayat 2 huruf (c) RUU Penyiaran nan melarang penyiaran eksklusif jumalistik investigasi.

Menyikapi pasal nan dinilai membungkam kemerdekaan pers ini, IJTI Korda Surabaya menggelar teatrikal dengan menampilkan seorang wartawan di dalam terali besi dengan kedua tangannya dirantai.

Kemudian wartawan nan menjadi tokoh teatrikal itu ditarik serta diseret paksa oleh dua orang berpakaian jas sembari berupaya membungkam mulutnya dengan menggunakan lakban

Dalam orasi-nya, IJTI Korda Surabaya menyampaikan tiga pernyataan sikap.

Pertama, agar seluruh pasar bermasalah nan menakut-nakuti kemerdekaan pers dibatalkan. Kedua agar melibatkan Dewan Pers dan Masyarakat Pers dalam pembahasan RUU Penyiaran. Ketiga, mendesak pemerintah mengembalikan kegunaan pers sebagai pilar keempat demokrasi.

Jalan mundur dan jalan jongkok para wartawan di Bali

Sehari sebelumnya, para wartawan alias wartawan di Bali dari beragam organisasi sepakat menolak Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran nan dianggap kontroversial dan mencederai kemerdekaan pers. Pernyataan itu mereka sampaikan dalam tindakan di depan Kantor DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Selasa (28/5).

Mereka melakukan tindakan damai, dan para wartawan dan wartawan ini dari beragam perusahaan media baik lokal, nasional, dan internasional serta beragam organisasi wartawan, hingga mahasiswa.

Saat memasuki gerbang Kantor DPRD Bali itu, para wartawan dengan kompak melangkah mundur sebagai tanda bahwa dengan adanya RUU Penyiaran, maka kerakyatan melangkah mundur. Lalu saat mendekati lobi Kantor DPRD Bali, mereka melangkah jongkok.

Aksi simbolik itu menandai bahwa RUU penyiaran saat ini adalah sebuah jalan mundur, dan otak jongkok personil DPR nan hendak mengundangkan UU pengekang kebebasan pers tersebut.

Koordinator Advokasi AJI Denpasar Yoyo Raharyo mengatakan salah satu pengekang kebebasan pers nan diketahui terdapat dalam RUU penyiaran adalah pelarangan kewartawanan investigasi untuk disiarkan. Menurutnya, itu adalah sebuah kesalahan langkah berpikir, karena jurnalisme investigasi itu merupakan bagian dari kerja-kerja jurnalistik.

"Kalau kita lihat DPR tidak memahami apa itu kegunaan jurnalis," kata dia.

Selain menolak RUU penyiaran, dia mengatakan tindakan tenteram itu juga dilakukan untuk menolak pasal-pasal nan antikemerdekaan pers, antidemokrasi, antikebebasan berekspresi, dan anti-HAM.

"Kita menolak monopoli kepemilikan lembaga penyiaran, dan mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI meninjau ulang urgensi revisi Undang-undang penyiaran alias tidak melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran," kata Yoyo.

Ia juga menuntut Presiden Jokowi dan DPR melibatkan partisipasi masyarakat secara berarti (meaningful participation) dalam pembentukan peraturan dan Perundang-undangan, baik undang-undang baru alias pengganti maupun perubahan alias revisi Undang-undang.

"Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI melibatkan Dewan Pers, organisasi jurnalis, organisasi perusahaan media, dan golongan masyarakat sipil nan mempunyai perhatian unik terhadap isu-isu nan beririsan dalam perihal pers, demokrasi, dan HAM," ujarnya.

"Juga menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI menghapus pasal-pasal problematik nan berpotensi melanggar kewenangan kemerdekaan pers dan kewenangan publik atas informasi," tegasnya.

(Antara, kdf/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional