Kasus Pejabat MA, Mahfud Sebut Titik Balik Marwah Hukum

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Penangkapan terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus dugaan suap mengenai putusan menjadi bukti adanya mafia peradilan.

Kasus ini ikut dikomentari oleh Prof. Mahfud MD. Menurut dia, kasus ini bisa dijadikan titik kembali oleh pemerintah Indonesia untuk menegakkan kembali marwah norma di negara ini. Mengingat kasus ini melibatkan sejumlah perkara nan sudah diputus sejak tahun 2012 hingga 2022.

"Harusnya perkara ini ditelusuri, kejaksaan kudu buka lagi perkaranya. Kalau bisa disidang kembali. Biar tidak ada korban nan dihukum lantaran hanya menjadi kambing hitam," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai jika ada korban kambing hitam dalam sejumlah perkara nan terindikasi dalam kasus ini, jaksa pun bisa melakukan Peninjauan Kembali (PK).

Kasus tersebut membuka kebenaran banyaknya perkara nan selama ini ditangani Mahkamah Agung terindikasi diputus secara tidak independen dan sarat intervensi.

Perkara nan cukup jadi perhatian akibat dari kasus ini, mengenai dengan kesesatan putusan pengadil nan mengorbankan kebenaran adalah kasus Mardani H Maming.

Hal ini disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Romli Atmasasmita. Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK, menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani Maming.

Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan tidak didasarkan pada kebenaran hukum, melainkan lebih didasarkan pada khayalan penegak hukum.

"Proses norma terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan alias kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan norma nan serius," tegas Prof. Romli.

Senada dengan Prof Romli, Akademisi Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Muhammad Arif Setiawan, menilai kasus Mardani H Maming tanpa adanya bukti permulaan tapi sudah berstatus tersangka.

Hal ini menunjukkan kasus nan melibatkan mantan BPP HIPMI ini merupakan bukti kasus nan proses dan prosedurnya tidak benar.

"Mungkin gak, menetapkan tersangka pembunuhan padahal bukti matinya belum ada," ujarnya dalam talk show CNN.

Dalam kasus ini dia memandang Mardani H Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tanpa adanya kepastian audit kerugian negara.

Sebagai mahir norma aktivitas pidana Arif menyebut, kasus seperti ini biasanya berkarakter materil, berfaedah kudu ada kerugian negara terlebih dulu sebelum penetapan tersangka.

"Seharusnya jika tidak ada pembuktiannya, tidak bisa dipaksakan. Karena untuk bukti ada norma pembuktian," ujarnya.

Ia menerangkan dalam kasus ini, jika Mardani H Maming dituduh menerima suap haris ada dua pihak, baik pemberi dan penerima.

Dalam pembuktiannya pun kudu ditemukan kesepahaman antara kedua belah pihak, sedangkan dalam kasus ini si penerima tidak bisa dibuktikan menerima.

"Sekarang gimana langkah pembuktiannya, pihak pemberi sudah tidak ada. Jadi gimana langkah membuktikannya," ujarnya.

Menurutnya pasal nan disangkakan pada Mardani H Maming tidak bisa dibuktikan apakah nan berkepentingan menerima bingkisan alias mengeluarkan surat keputusan atas Izin Usaha Pertambangan.

(inh)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional