Kebanjiran Barang Impor Cina, Utilisasi Keramik Nasional Turun 7 Persen

Sedang Trending 4 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mencatat, tingkat utilisasi produk keramik nasional semester I-2024 hanya bisa beraksi di level 62 persen. Capaian ini secara berturut-turut turun dari tingkat utilisasi pada 2023 sebesar 69 persen dan 2022 sebesar 78 persen.

Ketua Asaki, Edy Suyanto, mengatakan penurunan tingkat utilisasi ini disebabkan adanya dumping impor ubin keramik dari Cina. Menurut dia, nomor volume impor dari Negeri Tirai Bambu semester 1 tahun 2024 naik sebesar 11,6 persen menjadi 34,9 juta meter persegi. “Dampak negatif dan kerugian sangat jelas,” ucap dia dalam keterangan tertulis, dikutip Senin, 9 September 2024.

Tak hanya itu, Edy juga mencatat defisit transaksi ekspor dan impor keramik sepanjang 2018–2023 terakhir sebesar $1,24 milyar. Menurut dia, perihal ini semestinya tidak perlu terjadi lantaran industri keramik nasional mempunyai kapabilitas produksi 625 juta meter persegi per tahun. Kapasitas ini, menurut dia, semestinya bisa memenuhi semua kebutuhan keramik dalam negeri.

Akibat dari kondisi ini, Edy menyebut lebih dari 6 perusahaan dalam waktu beberapa tahun terakhir  terpaksa menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya. Penutupan ini telah mengakibatkan terjadinya perumahan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kendati begitu, Edy menyatakan tetap mempunyai optimistis kapabilitas utilisasi keramik nasional tahun ini bisa membaik. Dengan catatan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang bea masuk antidumping (BMAD) ubin keramik. Dia optimistis tingkat utilisasi bisa mencapai level 65–67 persen.

“Asaki menargetkan tingkat utilisasi produksi nasional bisa mencapai 80 persen pada 2025 dan di atas 90 persen pada 2026 jika besaran BMAD ubin keramik asal Cina di kisaran 70–80 persen,” kata Edy.

Asaki telah menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Jumat, 6 Februari 2024. Mereka mendesak Bendahara Negara itu segera mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang penerapan bea masuk antidumping (BMAD) impor ubin keramik asal Cina.

“Kami meminta atensi dan kesungguhan serta mendesak mobilitas cepatnya Menteri Keuangan,” ucap Edy Suyanto.

Penerapan bea masuk antidumping ubin keramik dinilai Edy krusial lantaran keahlian industri keramik nasional nan terus menurun dari tahun ke tahun. Menurut dia, tren ini disebabkan oleh gempuran produk impor ubin keramik asal Cina nan telah terbukti melakukan unfair trade berupa tindakan dumping. 

Iklan

“Industri nasional saat ini sedang terpuruk dan terlihat jelas dari nomor PMI Juli dan Agustus ini nan kontraksi,” kata Edy.

Menurut Edy, lambatnya publikasi Peraturan Menteri Keuangan tentang bea masuk antidumping ubin keramik, memberi kesempatan bagi para importir terus mengimpor dengan jumlah volume nan masif. Menurut dia, volume impor ini di atas nomor rata-rata impor sebelum ramai pemberitaan tentang besaran BMAD oleh Zulhas. Saat itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan besaran BMAd ubin keramik rata-rata 40—50 persen.

Importasi nan masif itu, menurut Edy, terjadi sebagai upaya importir menghindari pengenaan bea masuk antidumping ketika peraturan menteri telah terbit. Akibatnya, dia menilai kebijakan bea masuk antidumping kurang efektif dalam jangka waktu beberapa bulan mendatang.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan namalain Zulhas telah mengirimkan surat tentang keputusan pengenaan BMAD atas ubin keramik asal Cina kepada Sri Mulyani pada Selasa, 6 Agustus 2024.

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan saat itu, Kasan Muhri, menyatakan tak bisa mengungkapkan besaran BMAD nan diputuskan Mendag kepada publik lantaran karena menyalahi aturan.

"Silakan kelak jika sudah keluar penetapanya dan bertindak efektif melalui PMK bisa diakses publik termasuk media,” kata Kasan saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024.

Pilihan Editor: Terkini: Toyota Raize dan Innova Zenix Viral usai Ditumpangi Paus Fransiskus, Prabowo Naikkan Gaji ASN Tahun Depan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis