TEMPO.CO, Jakarta -Juru Kampanye Energi Trend Asia, Arko Tarigan, menyebut pemerintah tidak serius menangani persoalan kecelakaan kerja nan kerap terjadi di industri penghiliran nikel. Buktinya, kecelakaan kerja tetap terus terjadi. “Tidak ada pengaruh jera bagi para penanammodal alias pemilik perusahaan ketika kecelakaan kerja terjadi,” ujar Arko kepada Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024.
Dalam catatan Trend Asia, sepanjang 2015-2023 terjadi 93 kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia. PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) nan beraksi di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park alias IMIP menjadi salah satu kasus terbesar dengan catatan 21 korban jiwa dalam ledakan smelter pada 24 Desember 2023. Kemudian tahun ini, hingga Juni 2024, Trend Asia mencatat kecelakaan kerja terjadi di 17 perusahaan smelter dengan jumlah korban meninggal 8 orang dan luka-luka 63 orang. PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) di Kalimantan Timur tercatat mengalami dua kali kebakaran smelter pada Mei 2024.
Kasus-kasus tersebut belum termasuk kasus nan terjadi setelah Juni alias pada semester dua 2024. Misalnya, dua kasus terbaru nan terjadi dalam rentang lima hari pada akhir Oktober kemarin. Kedua kasus tersebut, ialah ledakan di PT Dexin Steel Indonesia (DSI), Jumat, 25 Oktober dan di PT Zhongtsing New Energy alias ZTEN pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Selain tak ada perbaikan, Arko mengatakan, tidak pernah ada transparansi dari rentetan kecelakaan kerja nan terjadi. “Mereka (perusahaan) dengan mudah bilang bakal investigasi setiap lenyap kecelakaan, bakal melakukan perbaikan, dan sebagainya. Tapi kita tidak pernah tau sampai mana perbaikannya hingga kasus-kasus baru terjadi,” ujar Arko.
Hal lain nan terjadi, Arko menambahkan, perusahaan malah mengkriminalisasi pekerja. Ia mengambil contoh kasus ledakan tungku smelter di PT ITSS ketika dua tenaga kerja asing (TKA) Cina malah menjadi tersangka. “Hilirisasi hanya menjadi semboyan kampanye tanpa memandang aspek kewenangan asasi manusia, lingkungan, serta pemenuhan hak-hak buruh,” kata Arko.
Hal senada dibenarkan Ketua Harian Serikat Pekerja Industri Morowali-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (SPIM-KPBI) Jordii Goral. Ia mengatakan perusahaan menutup ruang jika terjadi kecelakaan kerja. “Tidak ada transparansi setiap ada kecelakaan kerja,” katanya kepada Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024. “Jika terjadi accident, mereka hanya selalu bilang dalam tahap investigasi.”
Jordi meminta sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) dibenahi. Ia juga mendesak pemerintah mengaudit sistem K3 di PT IMIP, menuntut revisi Undang-Undang Keselamatan Kerja, serta memberi kewenangan secara normative kepada korban kecelakaan kerja serta keluarganya. “Selain itu, kami mendesak agar tokoh pelaku pelanggar K3 diproses secara hukum,” ujar Jordi.
Kemarin, pascakejadian di dua perusahaan tersebut, Media Relations Head PT IMIP Dedy Kurniawan mengatakan investigasi tetap dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti terjadinya kecelakaan. Tempo juga berupaya menanyakan hasil investigasi dan tanggapan PT IMIP ihwal tuntutan serikat pekerja kepada Dedy melalui aplikasi perpesanan pada Kamis, 31 Oktober 2024. Namun, Dedy belum memberi keterangan hingga laporan ini ditulis.
Pilihan editor: Mendag Selain Tom Lembong Juga Buat Kebijakan Impor Gula Kenapa Tak Diusut? Ini Kata Kejaksaan Agung