TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan beruntun di KM 97+200 ruas Tol Cipularang arah Bandung pada Minggu, 5 Januari 2025, menambah daftar panjang kecelakaan di jalan tol nan melibatkan truk. Kecelakaan tersebut diduga terjadi lantaran truk tidak menanjak dan melaju mundur, sehingga menghantam kendaraan lainnya.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan kecelakaan truk di jalan tol terus terjadi lantaran tidak ada upaya penanganan pemerintah. Ia juga mengatakan kecelakaan ini terjadi lantaran masalah manajemen pengelolaan pikulan logistik di Indonesia.
“Selama tidak ditangani sungguh-sungguh, kecelakaan serupa bakal terus terjadi. Tinggal kapan dan di letak tol mana terjadi,” kata Djoko melalui keterangan tertulis, Minggu, 5 Januari 2025.
Sebelumnya, kecelakaan serupa terjadi pada periode pikulan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 alias Nataru. Peristiwa tersebut, ialah kecelakaan truk pengangkut pakan ternak di Tol Pandaan-Malang pada 23 Desember 2025. Kecelakaan nan terjadi pada pada H-2 Natal itu terjadi lantaran truk mundur sehingga menabrak bus nan tengah melaju dari arah belakang. Saat itu, truk mengalami overheat dan berakhir di bahu jalan. Namun, ganjalan nan digunakan untuk menahan ban belakang truk tidak sempurna.
Djoko mengatakan truk menduduki ranking kedua penyebab kecelakaan lampau lintas. Rendahnya kompetensi pengemudi serta kondisi kendaraan nan kurang terawatt disinyalir menjadi penyebab. Persoalan lainnya, pengawasan pemerintah terhadap operasional pikulan peralatan nan belum maksimal.
“Sudah saatnya pemerintah bertindak secara pandai dan terencana, tidak hanya bertindak secara reaktif dengan berteriak ketika ada masalah, lupa saat masalah lewat, lampau kembali teriak saat muncul masalah lagi,” kata Djoko. “Pemerintah kudu bertanggung jawab.”
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu pun menyoroti Kementerian Perhubungan nan belum bermufakat dalam menangani kendaraan berdimensi dan bermuatan lebih alias truk ODOL (over dimension over load). Begitu pula dengan kementerian/lembaga lain, seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, termasuk asosiasi pengusaha, nan belum bermufakat soal penertiban truk ODOL. Padahal, Djoko berujar, kudu ada pembenahan total dari upaya pikulan logistik mengatasi masalah kecelakaan lampau lintas nan kerap terjadi ini.
"Lini upaya ini perlu dijalankan secara lebih ahli dengan sistem manajemen keselamatan serta hubungan industrial nan optimal," kata dia.
Selain itu, kata Djoko, perlu perlu ada perbaikan proses rekrutmen pengemudi, pengaturan bayaran dan jam kerja serta rehat pengemud, serta pendidikan umum untuk pengemudi. “Kompetensi, batas jam kerja, dan pendapatan minimal juga jadi syarat mutlak,” ujarnya.
Ihwal truk kelebihan muatan nan kerap menjadi penyebab penyebab kecelakaan, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Elba Damhuri mengatakan sudah ada izin nan mengatur tentang truk ODOL, ialah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Beleid-beleid itu mengatur tentang batas muatan dan dimensi kendaraan.
Aturan mengenai ODOL, dia menambahkan, juga terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penetapan Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi Kendaraan.
"Kementerian Perhubungan mempunyai Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) nan melaksanakan tugas pengawasan muatan barang, untuk mengimplementasikan patokan tersebut," kata Elba melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Kamis, 26 Desember 2024.
Dari hasil pengawasan tersebut, Elba menyatakan pelanggaran kendaraan peralatan turun sebesar 24,93 persen. Adapun sepanjang 2017-2024, kata dia, pelanggaran tertinggi terdapat pelanggaran daya angkut, ialah mencapai 57,55 persen.
Menyoal kecelakaan nan terjadi berulang, dia mengimbau perusahaan truk dan bus alias pikulan peralatan dan penumpang rutin memeriksa kondisi kendaraan, kesehatan pengemudi, serta mengatur jam kerja pengemudi sesuai aturan. Ia juga meminta pengemudi tidak memaksakan diri dalam berkendara. Hal ini untuk mengantisipasi kecelakaan di jalan.
"Para pengemudi ini maksimal mengemudi 8 jam sehari. Setiap 4 jam mengemudi, kudu rehat minimal 30 menit," ujarnya.
Pilihan Editor: Kecelakaan di Jalan Tol Cipularang, Lima Kendaraan Tabrakan Beruntun