CNN Indonesia
Rabu, 08 Mei 2024 12:23 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung menyayangkan putusan Mahkamah Agung nan menganulir vonis hukuman mati terhadap gembong narkoba Andi bin Arif namalain Hendra namalain Udin menjadi 14 tahun penjara.
"Biar masyarakat nan menilai putusannya," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana saat dikonfirmasi, Rabu (8/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Ketut mengatakan pihaknya tetap menghormati putusan norma nan telah diberikan oleh Mahkamah Agung. Ia menyebut putusan tersebut juga telah berkarakter final dan mengikat sehingga tidak bisa diajukan banding kembali.
"Itu sudah putusan akhir, nan bisa kita lakukan hanya eksekusi melaksanakan putusan pengadilan," katanya.
Sebelumnya gembong narkoba berjulukan Andi bin Arif namalain Hendra namalain Udin diselamatkan Mahkamah Agung (MA) dari vonis balasan mati. Majelis pengadil Peninjauan Kembali (PK) kedua menjatuhkan balasan terhadap Andi dengan pidana 14 tahun penjara.
Andi sendiri telah dijatuhi balasan meninggal oleh Pengadilan Negeri (PN) Tarakan pada 9 April 2018. Hukuman meninggal itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur di Samarinda pada 31 Mei 2018.
Selanjutnya pada 29 Oktober 2018, balasan Andi disunat di tingkat kasasi menjadi pidana penjara seumur hidup. Hukuman pidana bagi Andi semakin berkurang saat majelis PK pertama menjatuhkan balasan 18 tahun penjara pada 22 Desember 2021.
Terpidana narkoba itu terus bersiasat untuk mendapat keringanan dengan mengusulkan PK kedua. Upaya tersebut membuahkan hasil. Hukuman Andi kembali disunat oleh majelis PK kedua.
"Menjatuhkan pidana kepada terpidana Andi bin Arif namalain Hendra namalain Udin oleh lantaran itu dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan," demikian bunyi amar putusan PK kedua itu.
Dalam salinan putusan nan diterima CNNIndonesia.com, diketahui Majelis PK kedua mempunyai sejumlah pertimbangan hukum.
Dalam perkara a quo ialah Nomor 383 PK/Pid.Sus/2021 pemohon PK kedua dalam tindak pidana "permufakatan jahat tanpa kewenangan alias melawan norma menjadi perantara dalam jual beli narkotika Golongan I bukan tanaman nan beratnya melampaui 5 gram" sehingga kemudian dijatuhi pidana penjara selama 18 tahun, sedangkan dalam perkara Nomor 441/Pid.Sus/2013/PN Trk nan telah berkekuatan norma tetap dalam perkara "tanpa kewenangan alias melawan norma membeli dan menjual Narkotika Golongan I dalam corak bukan tanaman" nan melampaui 5 gram, telah dijatuhi pidana penjara selama 12 tahun.
Dengan demikian, penjatuhan pidana tersebut telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 12 ayat 4 KUHP lantaran pemohon PK kedua kudu menjalani pidana selama 30 tahun penjara.
Bahwa terhadap dalil tersebut, majelis PK kedua beranggapan ketentuan Pasal 12 ayat 4 KUHP hanya dapat diberlakukan terhadap perkara-perkara pidana umum. Sedangkan dalam perkara pidana unik kudu dilihat berapa ancaman maksimal dalam ketentuan tersebut nan terbukti dilanggar terdakwa.
Dalam perkara a quo, pemohon PK kedua telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 UU 35/2009 tentang Narkotika nan ancaman maksimal pidananya adalah 20 tahun penjara, sehingga andaikan terjadi pembarengan (concursus) baik nan diajukan secara kumulatif alias tidak digabung alias ditentukan sebagaimana Pasal 52 KUHP selama tidak ditentukan dalam UU khusus, maka maksimum pidananya bertindak ketentuan maksimum ancaman pidana pokok ditambah 1/3 sesuai Pasal 65 KUHP dan 103 KUHP (vide SEMA 1/2022), sehingga oleh karenanya terhadap pemohon PK kedua maksimal pidana nan dijatuhkan adalah 26 tahun.
(tfq/pmg)
[Gambas:Video CNN]