CNN Indonesia
Selasa, 19 Nov 2024 08:11 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran Bos Sriwijaya Air Hendry Lie dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
"Ada pun peran tersangka Hendry Lie, ialah selaku beneficial owner PT Tinindo Inter Nusa alias PT TIN," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar kepada wartawan, Selasa (19/11) awal hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qohar mengatakan Hendry Lie berkedudukan aktif dalam melakukan kerja sama penyewaan peralatan peleburan timah.
"Secara sadar dan sengaja berkedudukan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah antara PT Timah Tbk dengan PT TIN nan penerimaan biji timahnya CV BPR dan CV SFS nan sengaja dibentuk sebagai perusahaan untuk menerima biji timah nan berasal dari aktivitas penambangan timah ilegal," ujarnya.
Qohar mengatakan Hendry Lie dijerat sebagai tersangka berbareng adiknya Fandi Lie. Menurutnya, kakak beradik ini kerja sama dalam mengolah timah hasil penambangan ilegal.
"Sehingga Hendry Lie dengan adiknya juga ada kerjasama di sana, sehingga ketika interogator mendapatkan cukup perangkat bukti maka kita tetapkan sebagai tersangka," katanya.
Sebelumnya, Kejagung menangkap Hendry Lie nan telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia ditangkap di Bandara Soekarno Hatta usai nan berkepentingan tiba dari Singapura, pada Senin malam.
Pasca penangkapan tersebut, Kejagung langsung membawa Hendry Lie untuk diperiksa pertama kali sebagai tersangka. Untuk mempermudah proses penyidikan, Hendry Lie juga langsung ditahan di Rutan Salemba bagian Kejari Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 23 orang sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut berasas hasil kalkulasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian finansial negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.
Rinciannya ialah kelebihan bayar nilai sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah terlarangan oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.
(dis/fra)
[Gambas:Video CNN]
Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.
Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.