Kelas Menengah Indonesia Rentan Miskin, Jokowi: Semua Negara Sama

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan penurunan kelas menengah menjadi periode rentan miskin tidak hanya terjadi di Indonesia. Sebab, kata Jokowi, nyaris semua negara mengalami kesulitan nan sama.

“Itu problem terjadi nyaris di semua negara lantaran ekonomi dunia turun semuanya, ada covid 2-3 tahun lampau mempengaruhi. Semua negara saat ini berada pada kesulitan nan sama,” kata Jokowi ditemui usai aktivitas di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur, pada Jumat, 30 Agustus 2024.

Jumlah masyarakat nan tergolong kelas menengah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir sebelumnya diungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar. Dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Artinya, ada sekitar 9,48 juta orang nan keluar dari kategori kelas menengah dan turun ke kategori nan lebih rendah.

Amalia menjelaskan, penurunan jumlah kelas menengah ini merupakan salah satu pengaruh jangka panjang alias scarring effect dari pandemi Covid-19. "Di tahun 2021 itu kelas menengah jumlahnya 53,83 juta dengan proporsi 19,82 persen. Dan terakhir di tahun 2024 jumlahnya 47,85 juta dengan proporsi 17,13," kata Amalia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat Rabu, 28 Agustus 2024.

Penurunan ini diiringi dengan peningkatan jumlah masyarakat nan masuk dalam kategori aspiring middle class alias golongan nan sedang menuju kelas menengah. Mereka ini adalah golongan nan berada di antara kelas rentan miskin dan kelas menengah. 

Data BPS menunjukkan pada 2024, sebanyak 137,5 juta orang alias 49,22 persen dari total masyarakat masuk dalam kategori ini. "Yang 137,5 juta ini sebenarnya bisa kemudian di-upgrade, untuk mudah untuk di-upgrade menjadi kelas menengah," jelas Amalia.

Namun, Amalia memperingatkan banyak dari masyarakat kelas menengah saat ini berada di periode pemisah bawah golongan mereka, dengan pengeluaran rata-rata sekitar Rp 2,04 juta per kapita per bulan. "Sehingga ada kerentanan jika kelak terganggu, dia masuk kembali ke aspiring middle class," katanya.

Iklan

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dolfie Othniel Fredric Palit, dalam rapat ini sempat meminta penjelasan perihal arti dan kriteria nan digunakan BPS untuk mengklasifikasikan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tersebut.

Amalia mengatakan BPS menggunakan kriteria Bank Dunia untuk menentukan kelas menengah, ialah mereka nan mempunyai pengeluaran 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan. Sementara, aspiring middle class mempunyai pengeluaran 1,5 hingga 3,5 kali garis kemiskinan.

Data nan dipaparkan Amalia menunjukkan penurunan nan signifikan pada jumlah kelas menengah, nan awalnya 57,33 juta orang (21,45 persen) pada tahun 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang (17,13 persen) pada 2024. Sebaliknya, golongan aspiring middle class meningkat dari 128,85 juta orang pada 2019 menjadi 137,5 juta orang pada 2024.

Sementara itu, pengeluaran untuk perumahan juga mengalami penurunan dari lebih dari 32 persen menjadi sekitar 28,5 persen. Sebaliknya, ada peningkatan pengeluaran untuk peralatan dan jasa lainnya, termasuk kebutuhan pesta nan naik dari 0,75 persen menjadi 3,18 persen, serta intermezo nan mulai menebal menjadi 0,38 persen. "Secara umum, prioritas pengeluaran kelas menengah saat ini adalah makanan, perumahan, dan peralatan jasa lainnya,” kata Amalia.

Mhd Rio Alpin Pulungan berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan Editor: Sang Pisang Sepi, nan Ayam Kaesang juga Ditinggal Pembeli

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis