Keluarga Bantah Pernyataan Polisi Afif Maulana Melompat dari Jembatan

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Pihak family membantah keterangan polisi nan menyebut kematian Afif Maulana karena melompat dari jembatan.

Hal itu disampaikan pihak family dan kuasa norma saat menyambangi Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (1/7). Mereka memberikan keterangan serta menyampaikan sejumlah pengarsipan mengenai kejuaraan mengenai kasus dugaan penganiayaan abdi negara kepolisian terhadap remaja asal Padang ini.

"Saya percaya seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat. Karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian," tegas ayah Afif, Afrinaldi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (1/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dan Afif pun tidak pernah tawuran sama sekali, keluar malam pun tidak pernah. Kalau memang dia melompat, pasti badannya tuh patah-patah, langkah jatuhnya itu berserakan, jika ini tidak," sambung ibu Afif, Anggun Angriani.

Dalam kesempatan itu, Direktur LBH Padang sekaligus kuasa norma family Afif, Indira Suryani juga menyoroti kondisi mayit Afif saat ditemukan.

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan adanya kekerasan nan dialami Afif.

"Mayat Afif itu bukan telungkup ditemukan, dia telentang dan tangannya begini ya. Terapung. Itu salah satu argumen ada tanda kekerasan, corak dia ditemukan itu terapung, bukan telungkup dan lain-lain. Dan itu meyakinkan kami ada dugaan penyiksaan itu sangat kuat terjadi," jelas Indira.

Indira juga menyinggung soal kepolisian nan seolah-olah mau segera menutup perkara Afif ini. Adapun Ia menyadari bahwa kasus ini memang diduga banyak melibatkan personil polisi.

"Kami merasa ada dugaan kuat obstruction of justice nan dilakukan oleh Kepolisian Sumatera Barat dalam tragedi ini. Kita tahu bahwa kasus ini tidak mudah, kasus ini melibatkan banyak polisi sebagai diduga sebagai pelaku, dan dalam keterangannya ada 45 orang nan diperiksa lantaran kasus ini," kata Indira.

Karenanya, Indira mengaku bakal tetap berjuang memperoleh keadilan untuk Afif Maulana dan kawan-kawannya.

Indira mengatakan pihaknya juga meminta Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi dalam kasus ini agar bisa membikin terang kasus kematian Afif Maulana dan penyiksaan terhadap teman-temannya.

Kemudian, Indira menyoroti keterangan pihak kepolisian nan dinilai berubah-ubah.

"Hingga saat ini saya katakan dengan tegas kami dari awal sangat percaya Afif Maulana dan kawan-kawannya disiksa hingga menyebabkan dia mati," tegas Indira.

"Tidak ada perubahan statement nan kami lakukan dan kami bukan Kepolisian Daerah Sumatera Barat nan selalu merubah statement dari waktu ke waktu soal situasi kematian Afif Maulana mulai dari lebam, lampau kemudian mengatakan melompat, percaya melompat, lampau forensik bilang juga kepeleset. Itu suatu keanehan nan luar biasa dalam kasus ini. Dan kami berambisi kawan-kawan berbareng mendukung kami dan melawan segala corak penyiksaan dan impunitas kepolisian atas kasus ini," sambung dia.

Hingga saat ini, Indira mengaku pihaknya belum menerima hasil autopsi.

Pada Rabu lalu, Indira mengatakan pihaknya mengelar tindakan di depan Polda Sumatera Barat. Kala itu, kata dia, Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono pun turun dan menjanjikan salinan hasil autopsi dan salinan CCTV.

"Ini nan kemudian kami bakal tindaklanjuti segera dan kami kirimkan permintaannya segera untuk mendapatkan dua perihal nan dijanjikan oleh Kapolda Sumbar," kata dia.

Kemudian, Indira sempat menyinggung aktivitas keterangan pihak forensik nan menyebut Afif terpeleset.

Indira mengatakan family meyakini kondisi mayit Afif mestinya lebih parah andaikan memang loncat alias terpeleset. Namun, kata dia, kondisi Afif tidak mengalami luka-luka nan menyebabkan Afif meninggal dunia. Afif disebut meninggal bumi lantaran patah tulang dan mengenai paru-paru.

Indira lagi-lagi menyoroti sikap kepolisian, misalnya pada awalnya meminta family untuk menandatangani surat tidak menuntut, menghalang-halangi autopsi, hingga tidak membolehkan family membawa jenazah pasca autopsi.

Langkah norma lanjutan

Awak media lantas bertanya apa langkah nan ditempuh LBH dan family mengenai pernyataan pihak kepolisian nan bakal menuntut kasus ini.

"Kita tahu ini kasusnya itu diduga dilakukan oleh polisi. Dan pelaporannya juga dilakukan ke polisi. Lalu proses autopsi di rumah sakit polisi. Kami tentu menduga banyak bentrok kepentingan dan tidak independen di situ," jelas Indira.

Sejak awal, Indira menyebut pihaknya mau 18 orang saksi nan diamankan mesti diberikan perlindungan terlebih dulu oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sesegera mungkin.

"Setelah mereka diberikan perlindungan barulah mereka memberikan pernyataannya, memberikan keterangannya ke kepolisian mengenai apa nan terjadi. Kami tidak mau juga ya dalam perihal ini orang-orang nan tidak bersalah juga diputus bersalah. Kita hanya mau tahu siapa melakukan apa dan siapa nan kudu bertanggung jawab, bukan kemudian melakukan hal-hal nan juga tidak jelas begitu," kata dia.

Indira mengatakan pihaknya sejak awal memang tidak mau membawa saksi-saksi anak maupun saksi lainnya ke Polresta Padang.

Sebab, pihaknya sebagai penduduk sipil mengaku tidak bisa untuk melindungi semua saksi-saksi itu.

"Dan kami meminta segera LPSK melindungi 18 orang itu dan melindungi saksi-saksi nan lainnya nan tahu tragedi Jembatan Kuranji 9 Juni 2024 lalu," tutur dia.

Awak media kembali bertanya apakah pihak LBH telah melaporkan perkara ini ke Divisi Propam di Mabes Polri.

"Belum. Kami saat ini tetap berkomunikasi dengan banyak jaringan di sini. Dan tentu saja ini menjadi salah satu langkah nan mau kami tempuh. Tetapi kami mau kemudian berkoordinasi dengan teman-teman nan ada di Jakarta untuk membantu kami melakukan langkah-langkah nan lebih strategis tadi begitu," jawab Indira.

Indira menyebut pihaknya memang sudah membikin laporan ke Propam di Sumatera Barat lantaran tidak mau pihak family dituding melakukan trial by the press.

"Jadi untuk menghadang kriminalisasi terhadap keluarga, kami kudu melapor segera kepada Propam untuk kemudian membuktikan bahwa saat tragedi itu ada SOP nan salah, dan ada penyiksaan di situ. Bukan hanya SOP-nya saja nan salah, tapi juga ada kejahatan kewenangan asasi manusia di situ berupa penyiksaan," kata dia.

(pop/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional