TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menyatakan surveyor Sucofindo telah memverifikasi info pembayaran utang rafaksi minyak goreng kepada peritel. Menurut dia, utang itu sekarang tinggal melalui sistem pembayaran di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). “Yang dilakukan BPDPKS merupakan proses sistem pembayaran saja,” ujar Isy saat dihubungi, Selasa, 4 Juni 2024.
Isy menjelaskan, proses verifikasi oleh Sucofindo mencakup kajian kesesuaian info terhadap klaim pelaku upaya meliputi kesesuaian rekap transaksi penjualan dengan bukti bentuk transaksi penjualan, kesesuaian volume antar arsip transaksi, kesesuaian volume pengedaran antar rantai jaringan distribusi, dan kesesuaian nilai penjualan dengan ketentuan peraturan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Selain itu, kajian itu mencakup kesesuaian antara tanggal transaksi dengan tanggal penunjukan Keputusan Direktur Jenderal (Kepdirjen) dan perjanjian dengan BPDPKS, kesesuaian volume pendistribusian dengan alokasi dalam Kepdirjen, kesesuaian biaya ongkos angkut dengan bukti pengeluaran nan sah, dan kesesuaian biaya pengedaran dengan bukti nan sah dan sesuai dengan ketentuan dalam Kepdirjen Nomor 7 Tahun 2022.
Berdasarkan hasil verifikasi Sucofindo, pemerintah kudu bayar utang sebesar Rp474 miliar kepada produsen minyak goreng, dan pengusaha nan terdiri dari ritel modern maupun tradisional. Namun, nomor itu berbeda dari klaim nan diajukan oleh 54 pelaku upaya ialah senilai Rp812 miliar. Sementara, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sendiri menyatakan pemerintah punya utang ke ritel sebesar Rp344 miliar.
Kisruh utang-piutang ini muncul sejak 2022 seiring dengan program satu nilai minyak goreng. Saat itu, Kemendag mengusulkan program minyak goreng satu nilai senilai Rp14 ribu per liter, dengan selisih biaya produksi dan penjualan ditanggung pemerintah. Kebijakan itu ada lantaran nilai minyak sawit mentah sedang melambung.
Iklan
Aturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022, nan salah satunya mengatur minyak goreng satu harga. Di sana disebutkan, BPDPKS bakal menanggung selisih biaya produksi dan penjualan namalain rafaksi.
Tak lama setelah itu, patokan itu dicabut dan diganti dengan skema nilai satuan tertinggi alias HET senilai Rp 11.500 per liter untuk minyak curah dan Rp 144 ribu per liter untuk minyak bungkusan premium. Namun, tanggungan itu tak kunjung dibayarkan.
Pilihan editor: Kemendag Belum Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng, Bos Aprindo: Dugaan Saya Birokrasinya Terlalu Dibuat-buat
HAN REVANDA PUTRA