Kemenko Perekonomian Klaim Program B50 Tidak Ganggu Produksi Minyak Goreng

Sedang Trending 5 hari yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Dida Gardera mengatakan, pemerintah memastikan program bahan bakar ramah lingkungan berbasis solar dan crude palm oil (CPO) B50 tidak bakal mengganggu stok CPO untuk kebutuhan pangan, seperti minyak goreng. Dia menyebut, kebutuhan CPO untuk minyak goreng hanya sekitar 10 hingga 11 juta ton dari total produksi CPO nasional nan mencapai 50 juta ton.

“Kalau itu (stok CPO untuk pangan) aman. Dengan jumlah segitu harusnya nggak ada hambatan lah,” ujar Dida saat ditemui di sela aktivitas Diskusi Rumah Sawit di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin, 18 November 2024.

Namun, Dida tidak dapat memastikan apakah nilai minyak goreng bakal tetap stabil alias tidak. Dida menuturkan, meskipun stok bahan baku melimpah, nilai minyak goreng nan beredar bakal berjuntai pada daya beli masyarakat. Sebab, menurut dia, banyak aspek nan mempengaruhi nilai jual minyak goreng. 

“Kalau itu (minyak goreng naik) kan memang lebih lantaran sistem di pasar dan juga tergantung daya beli masyarakat. Jadi banyak aspek jika menurut saya,” kata Dida.

Lebih lanjut, Dida mengatakan, kebijakan biodiesel nan dicanangkan pemerintah bakal mencapai B100, tidak bakal membawa banyak pengaruh pada stok CPO untuk pangan maupun ekspor. Apalagi, kata dia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa CPO menjadi komoditas ekspor unggulan nasional.

Oleh lantaran itu, Dida menyebut, pemerintah saat ini tengah mencari titik keseimbangan alokasi CPO untuk biodiesel, pangan, serta ekspor. “Jadi intinya ekspor kita kurang lebihnya tetap sama lah. Tapi semua itu kan tergantung harga, tergantung kondisi pasar, segala macam,” ucap Dida.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, Indonesia memerlukan tambahan tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit atatau crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel untuk dapat memproduksi bahan bakar jenis B50.

Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, penambahan pabrik pengolahan CPO ini bermaksud untuk menutupi kekurangan pasokan biodiesel untuk B50. Berdasarkan hitungannya, kebutuhan biodiesel untuk B50 mencapai 19,7 juta kiloliter, sedangkan kapabilitas produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) saat ini baru mencapai 15,8 juta kilo liter.

“Masih ada shortage sekitar 3,9 juta kilo liter. Untuk itu, perlu dibangun lagi sekitar tujuh sampai sembilan pabrik, alias kelak meningkatkan kapabilitas dari pabrik-pabrik nan ada,” ujarnya dalam aktivitas 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Kamis, 7 November 2024.

Edi menyebut, kekurangan pasokan itu, membuka kesempatan investasi bagi pelaku usaha. Mengingat, untuk merealisasikan B50 memerlukan penanaman modal sebesar US$ 360 juta.

"Sebenarnya kesempatan investasi juga jika kelak pemerintah kudu taruh sekitar nyaris 360 juta dolar AS untuk tambahan investasi tadi," kata dia. "Kalau pabriknya tetap, mungkin apakah kelak bakal mundur itu aja penerapan dari B50-nya," lanjutnya.

Adapun mengenai rencana penerapan B40 tahun depan, Eddy mengatakan, kementeriannya telah menghitung bahwa tetap terdapat kekurangan kapabilitas produksi sebesar 0,3 juta kilo liter. Namun, perihal ini, kata dia tetap bisa disiasati dengan meminta Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) untuk meningkatkan kapabilitas produksinya.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis