TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan pihaknya menemukan empat perusahaan penyedia pupuk nan mengedarkan pupuk palsu. Saat ini, keempat perusahaan tersebut sudah masuk ke dalam daftar hitam (blacklist) dari izin peredaran milik Kementan.
“Hari ini kami umumkan ada empat perusahaan pengadaan pupuk nan tidak memenuhi syarat dan empat itu kami blacklist,” tuturnya dalam konvensi pers nan digelar di instansi Kementan pada Selasa, 26 November 2024.
Amran menerangkan, pupuk nan diedarkan empat perusahaan swasta tersebut tidak memenuhi standar kepantasan nan ditetapkan Kementerian. Berdasarkan hasil uji coba, diketahui kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium alias NPK di dalamnya hanya berjumlah tidak sampai 1 persen dari total kandungan pupuk. Jumlah tersebut terhitung jauh dari standar nan ditetapkan, ialah sebanyak 15 persen.
Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, Kementan beriktikad segera mengirimkan berkas-berkas nan diperlukan ke pihak nan berwajib. “Kami bakal kirim berkasnya ke penegak norma lantaran itu bukan pupuk, nan dikirim kandungan NPK-nya itu hanya nol koma sekian (persen) dari standar 15 persen,” kata dia menegaskan.
Selain empat perusahaan swasta nan tercatat mengedarkan pupuk palsu, Amran dan tim dari Kementan juga menemukan 23 perusahaan nan mengedarkan pupuk dengan kualitas tidak memenuhi standar. “Itu juga kami bakal proses di irjen. Kalau memang terbukti bersalah, juga kami kirim ke penegak hukum,” katanya.
Amran menyebutkan, pihaknya mendapat laporan mengenai beredarnya pupuk tiruan sejak beberapa bulan lalu. Setelahnya, tim di kementerian langsung menyelidiki laporan tersebut. Hasilnya, kepala dari empat perusahaan nan dilaporkan seketika dicopot dari jabatannya.
Sebelum itu, Kementan juga telah melakukan pengecekan sampel nan dikirimkan ke beberapa laboratorium, termasuk Lab Tanah IPB dan laboratorium Badan Standardisasi Instrumen Pangan (BSIP). Hasil lab menunjukkan adanya ketidakcocokan hasil tes atas pupuk nan diterima Kementan dengan pupuk nan diedarkan ke masyarakat dari kalangan petani. “Sampel nan kami cek ke lab awalnya benar, semua benar. Tetapi rupanya nan dikirim ke petani itu nan tidak sesuai spesifikasi, apalagi ada nan palsu, bukan pupuk. Itu dari empat perusahaan tadi,” ujarnya.
Ia menekankan, pengecekan dilakukan dengan kehati-hatian. Amran menambahkan, potensi kerugian nan dapat ditimbulkan dari praktik tersebut bisa mencapai lebih dari Rp 300 miliar. "Kalau tidak salah 316 miliar," ucapnya. Dengan demikian, dia meminta kepala jenderal Kementan memanggil perusahaan-perusaahan nan berkepentingan untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut.