Kementerian ATR/BPN Sebut Kesediaan Tanah Masih Minim untuk Bangun 3 Juta Hunian

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana mengatakan bahwa kesediaan tanah di Indonesia untuk membangun rumah tetap cukup minim. Hal ini bakal menjadi tantangan dalam mewujudkan program 3 juta kediaman nan dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Ia menyatakan bahwa tanah-tanah tersebut kudu disediakan oleh Bank Tanah. Menurutnya, Bank Tanah perlu lebih proaktif dalam memperoleh lahan, tidak hanya mengandalkan pelepasan alias lahan nan tidak digunakan, tetapi juga dapat memanfaatkan tanah dari sektor kehutanan dan transmigrasi.

"Dari Satgas Perumahan udah nagih-nagih lantaran mereka berpikir kita tanahnya tetap banyak sekali, padahal tanah kita tetap cukup minim untuk kelas pembangunan," ujarnya dalam aktivitas Focus Group Discussion Pengembangan Reforma Agraria Badan Bank Tanah di Ballroom Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Kamis 24 Oktober 2024.

Suyus membeberkan bahwa banyak tanah dari transmigrasi nan kewenangan pengelolaan (HPL)-nya tidak diberikan kepada masyarakat, tetapi dikerjakan oleh pihak ketiga. Karena itu, Kementerian ATR/BPN berencana untuk mengembalikan tanah tersebut kepada Bank Tanah.

Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa telah melakukan inventarisasi tata ruang untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi nan potensial untuk pembangunan perumahan. Mereka bakal memeriksa status kepemilikan tanah tersebut, dan jika terbukti merupakan milik negara, pembangunan dapat segera dilaksanakan.

"Semua aset, segala macam aset-aset pemerintah nan idle, nan belum dimanfaatkan mungkin kelak bakal kita manfaatkan untuk pembangunan rumah," imbuhnya.

Iklan

Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto bakal merealisasikan program 3 juta rumah nan dijanjikan saat kampanye lalu. Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pemerintah bakal membangun 2 juta unit rumah di perdesaan dan 1 juta unit apartemen di perkotaan.

Program tersebut bermaksud menjamin pembangunan kediaman dan rumah murah terjangkau berbobot dengan sanitasi nan baik untuk masyarakat perdesaan/perkotaan dan rakyat nan membutuhkan. Terutama bagi generasi milenial, generasi Z, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Program ini diharapkan bisa mengurangi nomor backlog perumahan alias kesenjangan antara total kediaman terbangun dan jumlah rumah nan dibutuhkan masyarakat. Berdasarkan info Badan Pusat Statistik, backlog perumahan pada 2010 tercatat 13,5 juta unit. Sedangkan tiga belas tahun kemudian, alias pada 2023, angkanya hanya turun tipis di level 12,7 juta unit namalain hanya susut 6 persen alias sekitar 800 ribu unit.

Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam tulisan ini

Pilihan Editor: Ingin Jual Makanan Online? Ini Cara Daftar Merchant Shopee Food

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis