Kementerian Lingkungan Hidup Janji Atasi Tumpang Tindih Aturan Tata Kelola Sawit

Sedang Trending 5 hari yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, mengatakan siap mengatasi tumpang tindih izin dan kewenangan dalam tata kelola industri kelapa sawit. Menurutnya, perihal tersebut bisa diwujudkan jika ada kementerian nan bersedia mengalah demi kepentingan bersama.

"Bagaimanapun juga kita kudu berpihak kepada rakyat, dan mau tidak mau ini kudu ada nan mengalah," ujarnya dalam aktivitas Penyerahan Laporan Hasil Analisis Kajian Sistemik kepada 12 Instansi Terkait Pencegahan Maladministrasi dalam Pelayanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit, di Kantor Ombudsman RI, Senin, 18 November 2024.

Selanjutnya, Diaz mengatakan dalam tata kelola sawit memang terdapat beberapa tantangan. Di antaranya adalah halangan dari pihak-pihak tertentu, khususnya Barat, nan bakal memblokir sawit dari Indonesia. "Apalagi jika kita sudah mau membesarkan sawit dengan potensi nan lebih banyak," ujarnya.

Selain itu, tantangan lain nan kudu dikerjakan Diaz sebagai Wamen Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup adalah mereview ulang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021. Menurutnya, revisi tersebut dapat menyelesaikan persoalan ketidakpastian jasa Persetujuan Teknis (Pertek) Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit untuk Aplikasi ke Lahan alias disebut Land Application - Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LA-LCPKS).

"Jadi mungkin saya kelak bakal komunikasi lagi dengan teman-teman di Kementerian LH. Apa nan dimaksud oleh Pak Yeka (Ombudsman) itu sudah sesuai dengan apa nan kita sudah buat," tuturnya.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia mengatakan terdapat sejumlah persoalan dalam tata kelola industri kelapa sawit, terutama mengenai jasa nan diselenggarakan oleh negara. Akibatnya, muncul potensi masalah nan bisa berujung pada maladministrasi alias kebijakan nan tidak sesuai dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan ada empat aspek nan menjadi potensi maladministrasi tersebut. Pertama, aspek lahan, di mana terjadi tumpang tindih antara Hak Atas Tanah perkebunan kelapa sawit dan Kawasan Hutan. Kedua, aspek perizinan nan berakibat pada rendahnya produktivitas Tandan Buah Segar (TBS). Ketiga, aspek tata niaga nan mempengaruhi pengelolaan biaya sawit, khususnya dalam program biodiesel. Terakhir, aspek kelembagaan nan melibatkan banyak kementerian dengan kebijakan dan izin nan tidak terintegrasi, sehingga menyebabkan beragam masalah penerapan di lapangan, seperti dalam kebijakan perizinan dan tata niaga industri kelapa sawit.

Karena itu ada beberapa perihal nan Yeka sarankan kepada pemerintah untuk mengatasi soal persoalan tata kelola sawit. Salah satunya adalah mendorong pemerintah untuk membentuk Badan Nasional nan mengurusi tata kelola hulu-hilir industri kelapa sawit nan berada langsung di bawah Presiden RI. Menurutnya, badan ini perlu diberi kewenangan nan cukup untuk melakukan pengaturan, pembinaan, pendampingan, dan pengawasan mengenai urusan industri kelapa sawit, sehingga tidak ada lagi izin dan kewenangan nan tumpang tindih.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis