Kenapa Banyak PHK Massal di Perusahaan Besar? Ini Pendapat Para Ahli

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

TEMPO.CO, JakartaKementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah wilayah di Indonesia mencapai 59.796 orang hingga Oktober 2024. Angka tersebut meningkat sekitar 25.000 pekerja dalam tiga bulan terakhir. 

“Hingga Oktober 2024 terdapat 59.796 orang pekerja terkena PHK. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 orang dalam tiga bulan terakhir,” kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat, 1 November 2024, seperti dikutip dari Antara. 

Melansir Koran Tempo edisi Rabu, 4 September 2024, industri manufaktur, seperti garmen, tekstil, dan dasar kaki menjadi sektor upaya nan paling banyak memberlakukan PHK massal. Lantas, kenapa banyak perusahaan besar melakukan pemecatan terhadap buruh? 

Penyebab PHK Massal di Perusahaan Besar

Berikut pendapat para mahir mengenai argumen PHK massal sering terjadi di industri manufaktur Indonesia: 

1. Ledakan Barang Impor

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Liliek Setiawan memprediksi PHK bakal terus berlanjut, lantaran banyak perusahaan nan tidak bisa bertahan. 

Menurut dia, industri manufaktur tidak bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri lantaran serbuan peralatan impor. 

“Segala perihal diupayakan melalui efisiensi sampai terakhir tutup usaha,” ucap Liliek, Selasa, 3 September 2024. 

2. Belum Ada Kesepakatan Dagang dengan Uni Eropa

Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam mengungkapkan bahwa PHK terjadi terutama di perusahaan tekstil dan dasar kaki nan berorientasi ekspor ke Eropa. 

Menurut dia, belum adanya perjanjian jual beli melalui European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement, membikin daya saing produk Indonesia melemah. 

“Banyak perusahaan nan melakukan efisiensi lantaran dalam waktu dekat, mereka tidak memandang adanya aspek pengungkit,” ujar Bob. 

3. Daya Beli Masyarakat Rendah

Bob juga beranggapan bahwa aspek lain nan menyebabkan sektor industri manufaktur tidak bisa memperkuat adalah melemahnya daya beli masyarakat. 

Adapun konsumsi rumah tangga sepanjang 2023 hanya tumbuh sebesar 4,82 persen alias lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, ialah 4,94 persen. 

4. Pelemahan Produksi dan Minim Permintaan Baru

Iklan

Economics Director S&P Global Market Intelligence, Paul Smith menyatakan pelemahan produksi dan permintaan baru menjadi dalang PHK massal di sektor manufaktur dalam negeri. 

Pelemahan industri manufaktur tersebut tercermin dari penurunan Purchasing Manager’s Index (PMI) di Indonesia hingga 48,9 pada Agustus 2024, dari sebelumnya 49,3 pada Juli lalu. 

“Tidak mengejutkan bahwa perusahaan menanggapinya dengan mengurangi karyawan, walaupun banyak nan percaya jika perihal ini berjalan sementara,” kata Paul dalam keterangan resminya, Senin, 2 September 2024. 

5. Salah Kelola Kebijakan Pemerintah

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira beranggapan bahwa sebagian besar penurunan performa sektor manufaktur diakibatkan oleh salah kelola kebijakan. 

Dia membandingkan, PMI manufaktur Vietnam pada Juli 2024 sebesar 54,7, sedangkan Thailand di nomor 52 pada Agustus lalu. 

“Ini bukan soal kondisi eksternal, tetapi ketidakmampuan pemerintah dalam mengintervensi kebijakan,” ucap Bhima. 

Menurut dia, intervensi oleh pemerintah diperlukan, khususnya untuk menekan laju impor nan melonjak setelah pandemi Covid-19. 

Selain itu, pemerintah, lanjut dia, terlalu banyak memberikan insentif kepada industri hilirisasi mineral, padahal serapan tenaga kerjanya lebih mini dibandingkan manufaktur. 

Riani Sanusi Putri, Septhia Ryanthie, Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan tulisan ini. 

Pilihan Editor: 10 Tips Menghadapi PHK bagi Karyawan untuk Karier Lebih Baik

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis