TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengatakan program makan bergizi cuma-cuma memerlukan beras sebanyak satu ton untuk setiap minggu. Artinya, program unggulan milik Presiden Prabowo Subianto itu memerlukan sekitar 200 kilogram beras untuk setiap satuan pelayanan gizi di beragam wilayah Indonesia.
"Program makan bergizi gratis ini memerlukan sekitar 200 kilogram beras alias satu ton per minggu untuk setiap satuan pelayanan gizi," ujar Dadan dalam aktivitas Simposium Pangan di Indofood Tower, Jakarta Pusat pada Senin, 25 November 2024.
Selain beras, dia juga menyebut bahan baku lain nan dibutuhkan untuk program makan bergizi cuma-cuma ini. Dadan mengatakan, perihal tersebut di antaranya daging ayam, telur, hingga susu untuk pemenuhan komposisi gizi dalam program tersebut. "Butuh 350 kilogram ayam setiap hari. Butuh 3.000 telur setiap hari. Butuh 350 kilogram sayur setiap hari. Butuh 600 liter susu setiap hari," ucap dia.
Sementara itu, Dadan menyinggung mengenai penyediaan susu nan tetap menjadi persoalan dalam program makan bergizi cuma-cuma ini. Menurutnya, susu tersebut semestinya dapat terpenuhi jika setiap satuan pelayanan gizi mempunyai 60 ekor sapi untuk program itu.
"Jadi kita bayangkan sebetulnya, jika susu itu 600 liter setiap hari, dan produktivitas susu Indonesia sekarang hanya 10 liter per sapi, maka satu-satuan pelayanan gizi butuh 60 ekor sapi," tutur Dadan.
Dia mengatakan, jika satu kecamatan terdapat lima satuan pelayanan gizi, maka memerlukan 300 ekor sapi untuk pemenuhan susu dalam program makan bergizi gratis. Dadan membayangkan, jika setiap wilayah mempunyai sentra sapi, perihal itu justru lebih mempermudah untuk memenuhi kebutuhan susu sapi pada program tersebut.
"Jadi jika bisa, satu kecamatan alias satu kabupaten ada sentra sapi, saya kira pemenuhan susunya basisnya lokal saja," kata dia.
Meskipun begitu, Dadan berujar jika dalam menu program makan bergizi cuma-cuma tidak terdapat susu, bakal digantikan dengan protein hewani lainnya. Dia mengatakan, perihal tersebut seperti ikan alias telur. "Untuk daerah-daerah nan sangat susah dengan pengembangan sapi, kelak kita tukar proteinnya dengan protein hewani, lainnya misalnya ikan, telur, dan lain-lain," ujar Dadan.