TEMPO.CO, Jakarta - Advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Law Firm, Andreas, mewakili kliennya Wijanto Tirtasana datang ke Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Senin, 13 Mei 2024. Kedatangan Andreas ini buntut dari persoalan kerja sama upaya antara Wijanto dengan Rahmady Efendi Hutahaean, Kepala Bea Cukai Purwakarta.
Sebelumnya, Andreas telah menyurati Kemenkeu, namun belum berbalas. "Kami follow up surat nan pernah kami kirim ke Bu Menkeu. Hari ini, kami masukkan surat ke Irjen untuk perkara nan kami laporkan di KPK dan terakhir di instansi lembaga terkait," katanya di depan lobi Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Senin.
Menurut Andreas, kliennya dengan Rahmady Efendi Hutahaean telah menyepakati kerja sama pinjaman untuk upaya jasa ekspor impor pupuk. Wijanto mendapat pinjaman duit senilai Rp 7 miliar dari Rahmady untuk perusahaan jasa ekspor impor pupuk berjulukan PT Mitra Cipta Agro.
Rahmady memberikan pinjaman dengan perjanjian Wijanto bayar kembang Rp 75 juta tiap bulannya. Perjanjian itu menurut Andreas, disampaikan secara lisan. Syarat lainnya, Wijanto menempatkan istri Rahmady sebagai komisaris utama dan pemegang 40 persen saham di perusahaan tersebut. Belakangan, baru diketahui Rahmady adalah pejabat pajak. Wijanto pun menelusuri Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Rahmady.
Pada 2017 kekayaan nan dilaporkan Rahmady nominalnya hanya Rp 3,2 miliar. Bahkan hingga 2022, total kekayaan Rahmady hanya Rp 6,3 miliar. Wijanto dan kuasa hukumnya mempertanyakan asal usul duit Rp 7 miliar nan dipinjamkan itu. Menurut Andreas, dari kerja sama upaya dengan kliennya sejak 2017 hingga 2022, Rahmady diduga mempunyai aset hingga Rp 60 miliar.
Andreas akhirnya melaporkan Rahmady ke KPK pada Jumat, 3 Mei 2023. Selain ke KPK, Andreas juga melaporkannya ke Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu dan Polda Metro Jaya. Namun, Rahmady membantah punya kekayaan Rp 60 miliar.
"Saya tidak konsentrasi ke Rp 60 miliar. Itu hanya akibat sebuah upaya keluarganya, maka terbitlah Rp 60 miliar. Modalnya nan diberi ke pengguna kami Rp 7 miliar nan diduga tidak diakui oleh REH itu, ada cap notaris. Ini ditandatangani beliau di atas materai. Ini surat kesepakatan nan ditandatangani kedua belah pihak," tuturnya sembari menunjukkan lembaran berkas.
Andreas mempertanyakan asal usul pinjaman Rp 7 miliar nan diduga tak dilaporkan dalam LKHPN. "Anggap dia sudah daftarkan bahwa Rp 60 miliar itu adalah milik perusahaan. Tapi di AHU (Administrasi Hukum Umum) jelas, saham istrinya 40 persen. Dari Rp 60 miliar duit perusahan, Rp 25 miliar dicatatkan alias tidak di LHKPN? Apalagi ini perusahaan ekspor impor," beber Andreas.
Iklan
Rahmady diketahui telah dibebastugaskan dari jabatannya sejak 9 Mei 2024. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menyebut bahwa Bea Cukai telah memeriksa Rahmady. "Dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi terjadinya tumbukan kepentingan nan juga turut melibatkan family nan bersangkutan," kata Nirwala kepada Tempo pada Ahad, 12 Mei 2024.
Namun bagi pengguna Andreas, perihal ini tetap belum cukup. "Kami berterima kasih sudah dicopot, tapi bukan hanya balasan administrasi. Ini duit dapat dari mana? Pemerasan, maling alias mana? Harus ditelusuri," kata Andreas.
Dia menuding adanya tindak pidana pencucian duit alias TPPU dalam perkara ini. "Dari KPK belum ada pembaruan juga, makanya kami ke Kemenkeu. nan kita kudu kejar TPPU-nya, duit dari mana, ke mana dan digunakan untuk apa?"
Andreas mengatakan, urusan ini sebenarnya personal. Namun lantaran memandang kejanggalan, dia melaporkan LHKPN Rahmady. "Sebagai penduduk negara nan baik, kami melaporkan lantaran negara meminta kepada masyarakat nan mengetahui tindakan korupsi, kolusi, nepotisme dan TPPU, laporkan kepada negara."
Pilihan editor: Kementerian Keuangan Bebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Usai Dilaporkan ke KPK
ILONA ESTHERINA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA