EMITEN maskapai PT Garuda Indonesia Tbk membukukan rugi US$ 180,7 juta alias Rp 3 triliun (kurs Rp 16.654 per Dolar Amerika Serikat) hingga kuartal III 2025. Rugi emiten berkode GIAA ini menukik dari periode nan sama tahun lampau US$ 129,6 juta alias Rp 2,1 triliun.
Berdasarkan laporan keuangannya di Bursa Efek Indonesia, Jumat, 31 Oktober 2025, Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan upaya sebesar US$ 2,3 miliar alias Rp 38,3 triliun. Pendapatan ini turun dari Rp 41,6 triliun pada periode nan sama tahun lalu.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Pendapatan Garuda berasal dari penerbangan berjadwal US$ 1,8 miliar alias Rp 29,9 triliun, penerbangan tidak berjadwal (charter) US$ 299,5 juta, dan lainnya US$ 245,8 juta.
Adapun, beban upaya Garuda tercatat sebesar US$ 2,2 miliar alias turun dari US$ 2,3 miliar pada periode nan sama tahun lalu. Hingga 30 September 2025, Garuda mempunyai total aset US$ 6,7 miliar. Sementara ekuitas Garuda tercatat minus US$ 1,5 miliar dan liabilitasnya US$ 8,2 miliar.
Pada semester I 2025, Garuda rugi sebesar US$ 142,8 juta alias Rp 2,3 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dari kerugian maskapai pelat merah pada periode serupa tahun lampau nan mencapai Rp 1,6 triliun.
Pada akhir tahun ini, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menyuntik modal US$ 1,8 miliar alias setara Rp 29,8 triliun. Fulus itu bakal cair setelah mendapat restu Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada Rabu, 12 November 2025.
Dalam RUPSLB, manajemen juga mau mengalihkan 50 persen jumlah kekayaan bersih untuk pemindahtanganan dan penghapusbukuan aset berupa pesawat, unused pesawat, dan Low Value Asset (LVA) serta Unit Load Device (ULD). Selain itu, manajemen bakal meminta persetujuan atas rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) Garuda Indonesia.
Penambahan modal ini dilaksanakan lantaran Garuda diperkirakan belum membukukan ekuitas positif hingga November 2025, sehingga menghalang akses pendanaan dan memunculkan potensi delisting dari Bursa Efek Indonesia. Di sisi lain, Garuda juga tertekan lantaran perawatan dan restorasi pesawat nan menurunkan keahlian perseroan maupun Citilink.
Dari fulus Rp 29,8 triliun ini, Garuda Indonesia bakal mengalokasikan 29 persen untuk biaya perawatan dan perbaikan pesawat, 37 persen peningkatan modal ke Citilink, 22 persen ekspansi armada Garuda dan Citilink, dan 12 persen bayar utang ke PT Pertamina (Persero) atas pembelian bahan bakar avtur.
13 jam yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·