TEMPO.CO, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk. alias Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Informasi ini dibenarkan oleh Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, 23 Oktober 2024.
Kondisi pailit itu terjadi setelah pengadilan mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil tersebut nan meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan tanggungjawab pembayaran utang (PKPU) nan sudah ada kesepakatan sebelumnya. Menurut Haruno keputusan inilah nan mengakibatkan perusahaan berkode saham SRIL itu pailit.
"Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," ujar Haruno, seperti dikutip dari Antara. Dalam putusan pengadilan itu, ditunjuk juga kurator dan pengadil pengawas nan bakal mengatur rapat dengan para debut.
Lantas, seperti apa awal mula kasus Sritex hingga resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang? Berikut rangkuman info selengkapnya.
Kilas Balik Kasus Sritex
Kasus Sritex berasal ketika perusahaan digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, pada Januari 2022 lalu. Saat itu CV Prima Karya mengusulkan gugatan penundaan tanggungjawab pembayaran utang (PKPU) nan dilakukan oleh Sritex.
Sritex kemudian menuntaskan rapat kreditur di Pengadilan Niaga Semarang nan menyepakati rencana tenteram oleh semua kreditur separati. Dengan kesepakatan ini, voting mencapai kuorum sehingga Sritex dan tiga anak usahanya sukses mendapatkan restrukturisasi. Adapun, ketiga anak perusahaan tersebut adalah PT Sinar Pantja Djaja (SPD), PT Bitratex Industries (BI), dan PT Primayudha Mandirijaya (PM).
Sebelumnya, Sritex telah memperjuangkan langkah norma sejak 19 April 2021 saat pertama kali PKPU diajukan. Permohonan itu dikabulkan pada 12 Mei 2021 dengan nomor Putusan 12/Pdt.SusPKPU/2021/PN.Niaga.Smg.
Berdasarkan info Tim Pengurus PKPU Sritex, total tagihan Sritex mencapai Rp26 triliun. Keseluruhan tagihan ini berasal dari kreditur separatis senilai Rp 716,7 miliar dan tagihan kreditur konkuren Rp 25,3 triliun. Setelah kesepakatan tercapai, Sritex bakal merestrukturisasi pokok utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$ 344 juta menjadi akomodasi Unsecured Term Loan selama 12 tahun.
Sritex juga bakal merestrukturisasi pokok terutang dari utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$ 267,2 juta sebagai Secured Working Capital Revolver selama 5 tahun. Sementara itu, pokok utang bilateral dan utang sindikasi bakal direstrukturisasi menjadi Secured Term Loan dengan jangka waktu 9 tahun.
Iklan
Perusahaan tekstil itu pun bisa bangkit dan menangani perkara utangnya dengan baik. Direktur Utama PT Sritex, Iwan (Wawan) Kurniawan Lukminto, saat itu mengungkapkan utilitas Sritex berada pada 70-80 persen nan tetap bisa mengekspor produk ke sejumlah negara melalui pasar mereka.
Ia juga menyebutkan, argumen industri tekstil pailit alias sedang terpuruk, ialah aspek internal (dampak pandemi dan daya beli masyarakat menurun) serta eksternal (peperangan, perlambatan ekonomi global, peralatan masuk dari Cina alias impor, dan izin pemerintah).
Selain itu, Sritex juga sempat diisukan ambruk pada pertengahan tahun 2024 lalu. Perusahaan tersebut kemudian menepis berita tersebut, tetapi mengakui jika pendapatan perseroan menurun drastis.
“Tidak benar, lantaran perseroan tetap beraksi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, dalam keterangan tertulisnya nan diterima Tempo pada Senin, 24 Juni 2024. Penjelasan Welly ini menjadi jawaban untuk bursa pengaruh nan mengirim surat pada 21 Juni 2024 tentang kondisi perusahaan nan dikabarkan terancam gulung tikar.
Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon lantaran dianggap tidak penuhi tanggungjawab pembayaran utang nan sudah disepakati. Pada akhirnya, Hakim Ketua Pengadilan Niaga Kota Semarang, Muhammad Anshar Majid mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur Sritex. Sritex pun dinyatakan pailit alias tidak bisa bayar utang-utangnya.
Rachel Farahdiba, Septia Ryanthie dan Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Terancam Pailit lantaran Utang Rp 8,79 Triliun, Ini Kinerja Keuangan Perusahaan Media Milik Keluarga Bakrie