Klaim Rumah Sakit Tertahan, BPJS Kesehatan: Verifikasi Diperketat sesuai Rekomendasi KPK untuk Cegah Fraud

Sedang Trending 4 jam yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah rumah sakit mengeluhkan penundaan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan menjelang pergantian tahun 2024-2025. Menurut info Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Pusat, pada Agustus 2024, jumlah klaim nan belum terbayar mencapai Rp396,5 miliar. Pada Oktober 2024, naik lagi menjadi Rp575,4 miliar, 

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menampik kondisi finansial cekak mengakibatkan melonjaknya penundaan pembayaran klaim itu. Menurut dia, realisasi kondisi aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sampai 2024 tetap positif, sekitar Rp52 triliun.

Namun, Rizzky mengakui BPJS Kesehatan memperketat verifikasi klaim nan diajukan oleh rumah sakit. Pengetatan ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbareng Tim Pencegahan Kecurangan JKN untuk mencegah kecurangan (fraud).

“BPJS Kesehatan perlu untuk melakukan penguatan pada area pengajuan dan verifikasi klaim sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan keberlangsungan Program JKN,’ ujar Rizzky kepada Tempo, Senin, 13 Januari 2025.

Dalam Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan di Jakarta, Kamis, 19 September 2024, Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata mengungkap kerugian dari fraud di bagian kesehatan adalah 10 persen dari pengeluaran untuk kesehatan masyarakat alias sekitar Rp 20 triliun.

Defisit Rp20 Triliun

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah mewaspadai defisit BPJS Kesehatan nan diperkirakan mencapai Rp20 triliun di 2024.

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, jika tidak segera diantisipasi, defisit ini bakal terus bersambung pada waktu dan tahun berikutnya. Dalam kurun waktu tertentu, apalagi tidak tertutup kemungkinan terjadi kandas bayar.

"Waktu itu, Dirut BPJS Kesehatan menyatakan bahwa penyebab utama defisit adalah peningkatan utilisasi jasa kesehatan di rumah sakit. Pasien nan datang ke rumah sakit semakin banyak seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat pada BPJS Kesehatan," kata Saleh dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 11 Januari 2025, seperti dikutip Antara.

"Semakin banyak pasien nan datang, maka semakin besar biaya nan kudu dibayar ke akomodasi kesehatan. Sementara sumber pemasukan tidak bertambah. Bahkan, para peserta BPJS Kesehatan banyak nan tidak disiplin bayar iuran. Tentu itu juga bakal menjadi beban" katanya.

Dalam konteks itu, pemerintah diminta untuk segera mencari solusi. Dirinya menilai info bahwa salah satu solusi nan bakal diambil adalah meningkatkan iuran peserta itu direncanakan bakal dilakukan pada Juli 2025.

"Menaikkan iuran ini tentu pengganti kurang populis dan berpotensi menimbulkan gejolak penolakan. Faktanya, dengan iuran nan sekarang saja banyak personil masyarakat nan tidak sanggup. Sementara itu, program dan agenda Prabowo-Gibran banyak nan berorientasi membantu dan mengurangi beban masyarakat," kata Saleh.

Saat ini iuran BPJS Kesehatan kelas 1 adalah Rp150.000, kelas 2 Rp100.000, dan kelas 3 Rp42.000 (yang Rp7.000 di antaranya ditanggung pemerintah). "Kalau mau dinaikkan, kira-kira berapa nomor nan paling tepat? Lalu, jika sudah naik, apakah ada agunan bakal terhindar terus dari ancaman defisit?" katanya.

Untuk itu, unsur-unsur pemerintah nan mengenai diharapkan dapat melakukan kajian mendalam dan strategis. Ia pun meminta pemerintah mencari solusi dan maslahat tanpa menimbulkan masalah.

Saleh memastikan defisit ini sudah pasti terjadi dan menakut-nakuti di tahun-tahun mendatang. Oleh lantaran itu, semakin sigap diantisipasi, maka bakal semakin baik.

"Kita mengapresiasi keahlian BPJS Kesehatan. Ada kenaikan jumlah kepesertaan lebih dari 98 persen. Kepercayaan publik juga semakin bagus. Karena itu, jangan sampai pelayanannya turun lantaran anggaran nan tidak seimbang," katanya.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis