KLHK Rilis 10 Nama Penerima Kalpataru 2024, Simak Daftarnya

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis 10 nama penerima penghargaan Kalpataru 2024.

Sepuluh nama itu dipilih berasas hasil sidang majelis pertimbangan penghargaan Kalpataru kedua tanggal 15 Mei 2024. Hal itu termuat dalam Keputusan Menteri LHK No. 574 Tahun 2024 Tentang Penerima Penghargaan Kalpataru Tahun 2024.

Penerima penghargaan itu dibagi berasas kategori berbeda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kategori perintis lingkungan

Pada kategori ini, terdapat empat orang nan menerima penghargaan. Mereka adalah Adolof Olof Wonemseba, Infirmus Abi, Sururi, dan Komang Anik Sugiani.

Pertama, Adolof merupakan nelayan asal Papua Barat nan merintis pelestarian populasi kima (Tridacna gigas) sejak tahun 2011.

Hingga sekarang Adolof konsisten melakukan pemeliharaan dan pelestarian populasi kima dengan langkah membikin suatu area unik untuk tumbuh kembang kima. Kegiatan tersebut sukses mencegah kepunahan kima akibat perburuan masyarakat.

Kedua, Infirmus Abi berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia merupakan tukang batu nan sejak tahun 1988 merintis aktivitas konservasi lahan kritis di kemiringan 30 derajat pada tanah berbukit dengan pohon bambu.

Infirmus sukses memulihkan debit dan mutu air sehingga menjadi sumber air bagi masyarakat dan pertanian.

Ketiga, Sururi merupakan 'profesor' mangrove tamatan SD nan berasal dari Jawa Tengah. Sejak tahun 1995, dia melakukan rehabilitasi dan pelestarian mangrove seluas 88 hektare dengan 850 ribu pohon di pesisir utara Kota Semarang.

Sururi sukses memulihkan daratan pesisir 700 meter dari bibir pantai nan terdampak pengikisan dan banjir rob di tiga kelurahan serta meningkatkan populasi hewan endemik.

Keempat, Komang Anik Sugiani (34) nan merupakan pengajar dan aktivis Yayasan Project Jyoti Bali.

Ia merintis aktivitas pengurangan dan pengelolaan sampah organik dan anorganik melalui program Polusi Jadi Solusi sejak tahun 2016. Kegiatannya sukses mengurangi volume sampah sebanyak 24,6 ton dan sukses menjadi agent of change dalam pengelolaan lingkungan.

Kategori pengabdi lingkungan

Pada kategori ini, peraih penghargaannya adalah Idi Bantara (57).

Ia merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih Way Sekampung. Sejak 2011, Idi memanfaatkan kotoran gajah untuk kompos blok sebagai media tanam ramah lingkungan.

Idi juga berkontribusi dalam penanganan bentrok dan tenurial di Gunung Balak, mengembangkan Gubal Gaharu melalui Bioserum Non Fusarium dan penemuan media semai cetak (MSC) untuk mengurangi limbah plastik polybag.

Kategori penyelamat lingkungan

Pada kategori ini, peraihnya adalah Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau, Kelompok Sadar Wisata Bekayuh Baumbai Bebudaya, dan Kelompok Tani Hutan Wana Paksi.

Kategori pembina lingkungan

Pemenangnya terdiri dari dua individu, ialah Dindin Komarudin dan Rukmini Paata Toheke.

Pertama, Dindin (52) merupakan seorang wiraswasta. Sejak tahun 2011 melakukan aktivitas pemanfaatan sampah anorganik untuk didaur ulang dengan melibatkan anak jalanan, dan menginisiasi pembentukan Yayasan dan Bank Sampah Kumala.

Dindin sukses membina 300 anak jalanan, di mana 25 orang diberdayakan sebagai trainer aktivitas daur ulang bersertifikasi.

Sebanyak 49 orang mantan anak jalanan sudah mempunyai pekerjaan nan laik apalagi dua orang menjadi PNS.

Kegiatan itu disebut sukses menekan tingkat kejahatan anak jalanan khususnya di Kecamatan Tanjung Priok. Hingga kini, Dindin telah melatih 12.768 orang di Indonesia.

Kedua, Rukmini Paata Toheke merupakan wanita asal Sulawesi Tengah. Seorang Tina Ngata alias ibu kampung di organisasi di Desa Toro. Sejak 1994, Rukmini berjuang menggali kembali peran krusial wanita budaya untuk menjaga rimba Toro.

Ia juga menginisiasi berdirinya Sekolah Adat Ngata Toro dan menulis kitab tentang Perempuan dan Konservasi ke dalam modul ajar sebagai materi sekolah adat. Rukmini mengajarkan anak didik usia 5-12 tahun melalui sekolah budaya Desa Toro.

(ryn/arh)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional