TEMPO.CO, Jakarta - Tiga organisasi masyarakat sipil nan meliputi Sawit Watch, Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (PURAKA), Indonesia Human Right Committee For Social Justice (IHCS) angkat bicara menanggapi dugaan korupsi dalam tata kelola perkebunan sawit terlarangan periode 20052-2024. Hal ini tak lepas dari Kejaksaan Agung nan pada Kamis, 3 Oktober 2024 telah menggeledah instansi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas kasus ini.
Direktur Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan celah korupsi dalam proses pemutihan sawit itu terbuka lantaran proses ini tidak melangkah maksimal. Dia menuding hanya segelintir perusahaan saja nan dikenakan sistem ini.
Artinya, kata dia, kebijakan ini dipertanyakan efektifitasnya lantaran melangkah tidak sesuai harapan. “Sudah semestinya proses penegakan norma kembali ditegakkan bagi korporasi nan melakukan aktivitas terlarangan sawit, alih-alih melakukan pemutihan,” kata Rambo.
Rambo mengatakan organisasinya telah menyoroti aspek transparansi info soal proses pemutihan sawit ini. Dia menyebut KLHK justru menutup info tentang info dan perkembangan pemutihan sawit itu.
“Peran publik dalam mengawasi tidak dapat berjalan, lantaran data, informasi, dan perkembangan mengenai pemutihan sawit tidak terbuka kepada publik,” kata Rambo dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 13 Oktober 2024.
Dia juga menyebut organisasi masyarakat sipil juga telah menyurati KLHK untuk meminta keterbukaan informasi. Dia menyebut Sawit Watch justru mendapat info perkembangan proses pemutihan sawit setelah usai uji materiil di Mahkamah Agung.
“Kami telah mencoba dengan bersurat resmi ke Kementerian LHK, namun tidak berbuah manis. Tertutupnya proses ini dikhawatirkan berpotensi besar menjadi celah tindak pidana korupsi,” kata Rambo
Pada September 2023 lalu, Sawit Watch melakukan Uji Materiil di MA atas peraturan teknis sistem pemutihan sawit ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kehutanan. MA telah memutuskan perkara ini pada 21 Desember 2023 dengan menolak permohonan uji materiil ini nan tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 42 P/HUM/2023.
“Melalui keputusan ini kami mendapatkan sejumlah kebenaran menarik mengenai pemutihan sawit,” kata Rambo.
Berdasarkan keterangan pemerintah, terdapat sebanyak 3.690 subjek norma pemutihan sawit nan tertuang pada 15 Surat Keputusan Menteri LHK nan telah dikeluarkan pada rentang Juni 2021 hingga Oktober 2023. Namun dari nomor tersebut hanya terdapat 17 subjek norma nan diberikan pelepasan area rimba dan hanya 35 subjek norma nan dikenakan hukuman administratif seperti Denda, Provisi Sumber Daya Hutan alias PSDH, dan Dana Reboisasi/DR).
Adapun rincian perkembangan hukuman administratif periode 1 Januari 2023 sampai dengan 28 Oktober 2023 meliputi Denda Administratif berasas PP 24/2021 nan telah terbayar berjumlah sebesar Rp 239 miliar, PSDH dari Keterlanjuran Tebang sebesar Rp. 61 M, dan DR dari Keterlanjuran Tebang sebesar Rp 13 juta,
“Atas kebenaran tersebut kami memandang ada keterhubungan antara proses pemutihan sawit dengan celah tindak pidana korupsi dalam tata kelola sawit di area hutan,” kata dia.
Selanjutnya: KLHK Disebut Tak Transparan dalam ...
- 1
- 2
- Selanjutnya