Jakarta, CNN Indonesia --
Kasus pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afriyanti oleh Gregorius Ronald Tannur kembali mencuat ke publik usai tiga pengadil PN Surabaya nan memvonis bebas resmi dijadikan tersangka penerima suap oleh Kejaksaan Agung.
Ketiga Majelis Hakim PN Surabaya nan menjatuhi vonis bebas dan telah ditetapkan sebagai tersangka itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.
Kasus tersebut sudah melangkah selama setahun lebih sejak Ronald Tannur awalnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan interogator Polrestabes Surabaya. Penyidik saat itu menyebut Dini tewas akibat dianiaya Ronald Tannur di rubanah klub malam di Jalan Mayjen Jonosewojo, Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hasil forensik tim RSUD dr Soetomo ditemukan banyak luka pada jenazah Dini. Seperti luka memar kepala bagian belakang, luka di leher, luka di dada, luka di perut kiri bawah, luka di lutut, luka di punggung, dan pada tungkai kaki atas.
Pada pemeriksaan dalam, tim forensik juga menemukan pendarahan organ dalam dan patah tulang hingga memar. Pada hari nan sama, Jumat, 6 Oktober 2023, polisi mengumumkan menetapkan Ronald Tannur sebagai tersangka.
Penetapan anak dari mantan personil DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu dilakukan setelah polisi menghimpun kebenaran dalam proses penyelidikan, hasil autopsi, menyusun kronologi serta mengamankan sejumlah bukti rekaman kamera pengawas alias CCTV.
Tiga polisi dilaporkan etik
Dalam perjalanannya, kuasa norma Dini melaporkan tiga personil Polri ke Propam Polda Jawa Timur. Ketiga polisi itu adalah mantan Kapolsek Lakarsantri Kompol Hakim, Kanit Reskrim Polsek Lakasantri Iptu Samikan dan Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Haryoko Widhi.
Salah satu personil tim pengacara korban, Hendra Yana, mengatakan Kompol Hakim dan Iptu Samikan dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik. Hendra mengatakan Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Lakarsanti diduga melanggar Pasal 221 KUHP tentang menutupi tindak pidana alias obstruction of justice.
Iptu Samikan sebagai Kanit Reskrim Polsek Lakarsantri disebut menyatakan korban Dini meninggal lantaran masam lambung, bukan akibat dari penganiayaan nan dilakukan Ronald Tannur. Hendra juga melaporkan Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Haryoko Widhi mengenai pernyataannya di salah satu stasiun televisi swasta.
Dituntut 12 tahun bui
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya mendakwa Ronald Tannur telah melakukan penganiayaan dan pembunuhan terhadap Dini.
Ronald disebut sengaja merampas nyawa Dini di sebuah tempat karaoke Blackhole KTV, Lenmars Mall, Surabaya 3-4 Oktober 2023 lalu. Ia didakwa telah melanggar Pasal 338 KUHP alias Pasal 351 ayat (3) KUHP alias Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Jaksa menuntut Ronald Tannur dengan pidana penjara selama 12 tahun. Ia dinilai terbukti dalam dakwaan pertama ialah Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Divonis bebas PN Surabaya
Tuntutan nan didakwakan oleh Kejari Surabaya tersebut kemudian diabaikan oleh Majelis Hakim PN Surabaya. Hakim berpandangan kematian Dini bukan lantaran luka dugaan penganiayaan melainkan akibat akibat meminum minuman beralkohol.
Menurut hakim, Ronald Tannur tetap berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis. Hal itu dibuktikan dengan sikap terdakwa nan sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Putusan itu menuai kritik banyak pihak lantaran dinilai mengabaikan fakta-fakta dan bukti nan dipaparkan saat sidang seperti rekaman CCTV dan hasil visum. Polemik bersambung hingga Komisi Yudisial (KY) turun tangan melakukan pemeriksaan.
Berdasarkan hasil investigasi, KY mengusulkan agar Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman berat berupa pemecatan terhadap tiga pengadil PN Surabaya nan memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Hal itu disampaikan Kabid Waskim dan Investigasi KY, Joko Sasmita dalam rapat konsultasi dengan Komisi III DPR pada Senin (26/8).
KY menyebut dalam temuan mereka ketiga pengadil PN Surabaya pada kasus tersebut juga membacakan kebenaran norma nan berbeda di persidangan dengan salinan putusan.
Atas dasar itu, KY menyatakan ketiga pengadil dalam kasus itu terbukti secara meyakinkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku pengadil dengan pengelompokkan tingkat pelanggaran berat.
Majelis hakim jadi tersangka Suap
Kasus ini tak berakhir dengan rekomendasi pemecatan. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya pada Rabu (23/10), tiga pengadil terjaring operasi tangkap tangan Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar mengatakan ketiga Majelis Hakim dalam kasus Tannur terbukti menerima gratifikasi alias suap dari pengacara Lisa Rahmat untuk memberikan vonis bebas.
"Hari ini jaksa interogator menetapkan tiga orang pengadil atas nama ED, HH dan M setta pengacara LR sebagai tersangka lantaran telah ditemukan bukti korupsi berupa suap alias gratifikasi," ujarnya dalam konvensi pers, Rabu kemarin.
Dalam kasus ini, Abdul mengatakan pihaknya juga turut menyita sejumlah peralatan bukti berupa duit tunai miliaran rupiah serta sejumlah mata duit asing dari keempat tersangka.
Atas perbuatannya, Abdul Qohar mengatakan pengacara Lisa Rahmat selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk pengadil Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Peluang jerat Ronald Tannur dan keluarga
Kejagung mengaku membuka kesempatan menetapkan tersangka baru kepada Ronald Tannur alias keluarganya andaikan nantinya terbukti sebagai dalang pemberian suap ke tiga pengadil PN Surabaya.
Abdul mengatakan saat ini interogator Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus tetap terus mendalami kasus tersebut termasuk dalang utama pemberian suap
"Hari ini pengetahuan nan kami dalami. Tentu kami cross-check. Tentu kita klasifikasi, berasas bukti nan ada," ujarnya dalam konvensi pers di Kejagung, Rabu (24/10) malam.
Abdul menegaskan andaikan nantinya ditemukan bukti nan cukup mengenai keterlibatan Ronald Tannur alias keluarganya maka juga bakal dijerat sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Tentu kita klasifikasi, berasas bukti nan ada. Jika kelak ditemukan bukti cukup bahwa duit itu dari Ronald Tannur alias keluarganya, bakal kami tetapkan sebagai tersangka," jelasnya.
MA batalkan vonis bebas PN Surabaya
Di sisi lain, Mahkamah Agung (MA) juga membatalkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur nan sebelumnya diberikan PN Surabaya. Lewat kasasi, MA menghukum Ronald Tannur dengan pidana penjara selama lima tahun.
"Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum- batal judex facti," demikian amar putusan dilansir dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (23/10).
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan pengadil personil Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
"Terbukti dakwaan pengganti kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP - Pidana Penjara selama 5 (lima) tahun - Barang bukti = Conform Putusan PN - P3 : DO," demikian bunyi amar putusan kasasi dimaksud.
(tfq/DAL)
[Gambas:Video CNN]